Beberapa orang terlihat hilir mudik mengenakan pakaian yang jarang sekali saya lihat. Hanya ada satu deret kalimat yang bisa saya baca saat itu. Jeonju Hanok Village.
Jalanan kecil di depan mata saya juga terlihat sungguh ramai sekali. Saya membaca sederet tulisan, namun ternyata database otak saya tidak menemukam jenis huruf yang saya lihat.
Ditengah kebingungan saya, Jenny menepok pundak saya untuk segera bergabung dengan team menaiki anak tangga yang sudah tersusun dengan Rapi.
Saya ikut menyusuri jalanan setapak. Namun bentang anyaman tambang kapal membuat jalanan itu terasa nyaman untuk di tapaki, bahkan ketika hujan tiba. Jadi tidak ada alasan buat warganya untuk nyeletuk “aduh becek, gak ada ojek”, ya iyalah di Korea mana ada ojek mangkal kayak di depan komplek.
Ada satu spot yang katanya sangat legendaris buat fotografer. Setidaknya itu yang keluar dari mulut Jenny, pemandu saya dan teman-teman untuk explore Korea selatan. Dan memang betul, amboy indahnya lah panorama yang ada di depan mata saya ini. Sederet rumah dengan genteng-genteng yang tersusun rapi. Petak-petak rumahnya juga seolah diatur sehingga membentuk komposisi yang menarik.
Cuma sayangnya cuaca lagi gak bersahabat. Mendung menggelayut, sehingga foto yang saya dapat juga terkesan kurang cetar.
Tapi inilah saat buat para pejalan tidak sibuk dengan kameranya. Saya malah asik menikmati panorama alam itu dan merekamnya dalam memory otak.
Dan benar, tidak selang berapa lama hujan turun. Saya dan beberapa teman berlarian turun ke arah desa. Karena letak spot legendaris ini memang berada diatas bukit yang penuh pepohonan, jadi kami harus berkejaran dengan hujan.
Sampai di desa ternyata Jenny sudah siap dengan payung-payung unyuk-nya. Saya mendapat jatah payungnya yang bening kembang-kembang pink. So, manly banget sih kalau saya pakai ha ha. Saya mulai berkeliling kampung adat ini.
Jatuh cinta dengan Jeonju Hanok Village
Jeonju Hanok Village memang sangat terkenal di kalangan muda-mudi Korea. Letaknya ada di tengah-tengah antara kota Seoul dan Busan, dua kota besar yang ada di Korea Selatan. Jadi Jeounju sangat cocok buat para weekender untuk menghabiskan waktu akhir pekan bersama keluarga maupun kekasih, bahkan sama mantan juga OK kok!
Baca juga: Romantisnya Autumn di Korea
Hanok Village di Jeonju ini banyak sekali menyimpan bangunan sejarah. Salah satunya adalah bangunan kuil yang masih terawat dengan baik. Bahkan saya tidak menemukan satu sampahpun yang berserak dijalanan.
Beberapa gerai makanan juga menghiasi jalan-jalan yang ada di Jeonju Hanok Village ini. Incaran saya adalah gurita goreng yang mengangkang manis itu. Dari pertama melihat saya sudah beberapa kali menelan ludah.
Selain berjalan-jalan kita juga bisa menjajal beberapa aktifitas menarik yang ditawarkan oleh beberapa rumah-rumah disana.
Sambil menunggu hujan reda, saya dan teman-teman mencoba membuat pernak-pernik dari kertas. Hampir mirip dengan origami tapi ini lebih kebenda-benda kecil yang ada di sekitar kita. Kami di bagi dua team. Satu team membuat kotak perhiasan, sementara saya, Wira, Prue, Ferry dan kak Cumi dapat jatah membuat cermin ajaib.
Butuh kesabaran memang untuk mengerjakan pekerjaan yang membutuhkan ketelatenan ini. Semua material sudah di persiapkan. Saya hanya menempelkan beberapa bagian dengan menggunakan lem. Hal yang mudah memang, tapi mengasikkan karena di iringi dengan candaan khas ala kak cumilebay. Dan berita gembiranya adalah, itu cermin ajaib yang kita buat boleh dibawa pulang untuk oleh-oleh bebeb di tanah air.
Hujan sudah mulai reda. Jalanan basah yang tidak terlalu lebarpun itu mulai ramai di penuhi pejalan. Padahal saya kesana waktu itu hari kerja. Tapi kenapa begitu ramai ya?
“Today is Gaecheonjeol, so we are Holiday now”
Jenny menjelaskan kalau hari itu adalah hari libur nasional. Pantesan ramai lancar seperti status tol di tanah air.
Gaecheonjeol adalah sebuah hari yang spesial buat masyarakat Korea. Pada hari itu di masa lampau negara Korea pertama kalinya dicetuskan. Pantesan Jenny tadi sempat bilang kalau hari ini adalah hari veteran. Ternyata ada benang merahnya.
Mencoba Hanbok, Baju Tradisional Korea
Ada hal menarik lainnya yang patut kalian coba kalau mengunjungi Jeonju Hanok Village ini, dan disinilah keseruannya yaitu jalan-jalan keliling kampung menggunakan Hanbok, baju tradisional Korea.
Disana kita bisa menyewa satu paket lengkap baju tradisional Korea ini untuk berkeliling kampung sambil foto-foto keceh yang instagramable banget itu. Harga sewanya relatif kok. Gak terlalu mahal.
Cukup merogoh kocek 8000 hingga 15000 Won untuk satu jam lamanya. Hah kok cuma satu jam? Eh, satu jam itu dah lama yess buat jalan-jalan keliling kampung.
Setelah memilih Hanbok sewaan, sayapun segera berkeliling kampung. Saya tidak tau kostum yang saya pakai ini di peruntukkan buat siapa. Tapi saya dan Wira menamainya petugas pajak istana. Jadi kami berkeliling kampung untuk menarik upeti dari rakyat kecil untuk diserahkan ke hadapan baginda raja.
Nah, salah satu tempat paling OK untuk foto-foto ala Instagram keceh mengenakan Hanbok ini ada di dalam kuil Gyeonggijeon.
Kuil ini letaknya ada di tengah-tengah desa. Di bangun pada tahun 1410 dan direstorasi kembali pada 1614. Muterin Hanok Village yang ada di Jeonju ini dengan mengenakan pakaian adat seperti ini ternyata menjadi tantangan yang menyenangkan. Agak ribet sih kalau jalan. Karena rata-rata pakaian adat Korea ini sopan-sopan hingga tumit kaki. Dan buat saya itu sedikit tantangan karena agak susah bergerak.
Namun ada tantangan yang lebih memacu adrenalin saya. Tantangan ketika banyak sekali mata yang memandang saya dengan heran.
Saya sempat nanya ke beberapa teman, ada yang salahkah dengan kostum saya? Mereka semua menggeleng. Hingga akhirnya saya mengambil kesimpulan sendiri. Mungkin mereka bingung, kok ada ya pegawai kerajaan yang bekulit gelap!! ??