Pantai Meko Adonara, adalah salah satu pantai pasir timbul di Nusa Tenggara Timur yang harus kamu kunjungi suatu saat. Selain keindahan dengan air laut bening, seperti judulnya, pantai ini juga diapit oleh 3 gunung api, loh.
Mari ikut saya melihat keindahannya!
***
Cuaca hari itu terasa begitu panas menyengat waktu itu. Suasana di dermaga kecil pun terlihat sepi.
Di hadapan saya terbentang hamparan laut yang membiru, kemudian di belakang saya berdiri dengan kokoh perbukitan yang terlihat tandus. Sementara di jajaran rumah warga yang tak begitu banyak, hanya ada satu bangunan yang terlihat menonjol Mesjid.
Itulah yang saya lihat ketika pada sebuah siang di sebuah kampung kecil yang letaknya ada di pesisir Pulau Adonara, di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Kampung Meko namanya.
Dari nama kampung inilah, sebuah pantai pasir timbul berukuran kecil terletak tak jauh dari situ, juga dinamai serupa, yaitu Pantai Meko.
Mayoritas masyarakat Meko adalah Suku Bajo. Namun, mereka sudah kawin campur dengan beberapa daerah pesisir di Indonesia. Salah satunya, seorang bapak yang kapalnya kami sewa, nenek moyangnya berasal dari Kepulauan Riau.
Buat saya, tempat ini begitu menarik karena terletak di antara tiga gunung berapi, yaitu Gunung Api Ile Ape yang ada di Lembata, Gunung Api Ile Boleng yang terletak di Adonara, dan satu lagi adalah Gunung Api Batutara, yang hingga saat ini masih sering menyemburkan lava-nya ke laut.
Berada di antara ketiga gunung api itu rasa-rasanya pantai pasir timbul atau bisa kita sebut sebagai pulau mungil itu mengeluarkan aura magis dan romantisme yang luar biasa.
Perjalanan menuju Kampung Meko ini ada dua jalur.
Waktu datang pertama dulu saya memakai jalur Waiwerang. Jadi rutenya adalah, naik kapal motor dari pelabuhan Pelni Larantuka menuju ke Dermaga Waiwerang yang ada di Adonara. Dari sana kita bisa melanjutkan perjalanan ke Kampung Waiwuring.
Jangan salah sebut ya karena nama-nama di daerah ini hampir mirip.
Nah, dari Kampung Waiwuring ini kita bisa menyewa perahu nelayan. Harganya sekitar 300-400 ribu rupiah, itu sudah pulang pergi ya, jadi bapak nelayan-nya nungguin kita hingga selesai.
Tapi, pastikan bapak nelayannya gak ketiduran di perahu seperti saya waktu itu. Kami harus menunggu hingga jam 9 malam ketika air pasang baru bisa beranjak dari pulau mungil itu karena perahu kandas.
Jarak tempuh dari Waiwerang ke Waiwuring sekitar 1 jam, sementara dari Waiwuring ke pantai Meko naik perahu juga sekitar 1 jam.
Jalur kedua, sewaktu kunjungan kedua, jalur yang saya tempuh adalah dari pelabuhan Pelni Larantuka saya naik kapal motor menuju dermaga Tobilota di Pulau Adonara. Jaraknya tak begitu jauh, hanya butuh waktu sekitar 10 menit saja.
Dari sini kemudian menyusuri jalanan Adonara yang sudah bagus. Hanya beberapa bagian saja yang masih rusak, seperti waktu mau masuk ke Kampung Meko. Butuh waktu sekitar 1-2 jam perjalanan dari Tobilota menuju ke kampung Meko.
Sementara dari Kampung Meko ke pulau Meko cuma butuh waktu sekitar 15 menit saja naik perahunya.
Oh ya, harga sewa perahunya juga murah kok. Per orang di bandrol sekitar 15 – 20 ribu saja. Itu kalau jumlah kita datang banyak, ya.
Waktu itu kami datang berempat, sewa kapalnya sekitar 100ribu saja. Sangat terjangkau dibanding dengan harga dari kampung Waiwuring saat kunjungan pertama saya.
Di Kampung Meko ini belum ada listrik, namun sudah ada beberapa bangunan baru yang sepertinya diperuntukan sebagai homestay.
Menurut keterangan masyarakat lokal yang ada di sana, homestay ini nantinya akan di kelola oleh para pemuda kampung yang ada disini.
Sinyal juga sudah mulai ada, namun harus ke ujung dermaga dulu. Saya kemarin waktu di pulau malah bisa live di Instagram karena sinyalnya 4G, keren sekali.
Padahal dulu belum ada sama sekali waktu saya datang pertama kalinya, sehingga terjadilah drama itu ha ha.
Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, pulau atau pantai Meko ini sejatinya hanyalah sebuah gusung pasir atau pasir timbul yang akan tenggelam ketika air pasang tiba. Namun ketika air agak surut dia menjadi daratan kecil yang berpasir putih dan berair jernih.
Tak ada ombak besar disini, hanya riak-riak ombak kecil saja, jadi buat yang mau main air disini, sangat cocok sekali. Bahkan anak-anak juga pasti akan suka sekali bermain air dan pasir disini.
Yang perlu diperhatikan adalah, tak ada satupun peneduh di lokasi ini, jadi harus sudah siap dengan perlindungan sendiri seperti memakai tabir surya.
Pesan saya, gunakanlah tabir surya yang ramah lingkungan. Carilah beberapa merek yang sesuai dengan kebutuhan. Misal kita mau ke Pulau Meko ini, carilah sun screen yang waterproof atau yang sesuai dengan kulit anak-anak kalau mau ajak si kecil main kesini.
Kalau dilihat lebih dekat, sekilas warna-warna pasir yang ada di pulau Meko ini juga berwarna pink. Ini pasti berasal dari pecahan-pecahan karang seperti yang ada di Pink Beach Pulau Komodo atau pun Pantai Tangsi yang ada di Lombok.
Snorkeling agak ke tubir-tubirnya juga menarik loh kawan.
BTW, untuk mengecek jadwal pasang surut air laut, sekarang sudah banyak kok aplikasi di ponsel. Kalau saya biasa pakai aplikasi “Tide” namanya. Sebenarnya ini saya pakai untuk diving di tempat dengan arus, jadi kita akan tahu periode pasang surutnya untuk mengetahui kapan arus pasang atau surut akan berlangsung di lokasi tersebut. Namun bisa juga ternyata untuk lihat pasang surut di Pulau Meko ini, jadi kita tahu kapan waktu terbaik untk datang kesana. Hal ini penting, ketika surut pulau ini sih biasa saja soalnya hahaha…
***
Oh ya, saran saya buat kalian yang mau datang kesini, bawa motor saja dari Larantuka. Karena akan bebas menentukan waktunya dan mau kemana saja waktu di Adonara. Ada sebenarnya Ojek atau mobil yang bisa dipesan dari Waiwerang, tapi biasanya biayanya lumayan tinggi. Mendingan sewa motor di Larantuka trus bebas dah jalan-jalan kesini. Seperti saya, Rizal, Valen dan om Berry di trip ini.
Jadi kapan kalian ke Meko?