Selama saya berjalan dan berpetualang di Nusantara tercinta ini, saya selalu punya cerita senja yang tak pernah bosan saya nikmati. Misalnya saja di Nusa Tenggara Timur. Dari hampir semua sudut yang pernah saya jelajahi, selalu memanjakan indera saya dengan senjanya yang memukau. Salah satunya adalah di Pantai Tablolong ini.
Boleh dibilang, pantai ini memang sedang naik daun. Padahal dulunya orang tak terlalu mengenal pantai yang letaknya lumayan jauh dari Kota Kupang ini.
Setidaknya, waktu itu saya butuh waktu sekitar satu jam lebih mengendarai motor untuk sampai ke lokasi ini.
Jangan samakan satu jam Kupang dan satu jam Jakarta ya.
Dengan jalanan yang relatif sepi, waktu tempuh satu jam itu terbilang cukup jauh.
Perjalanan menuju Pantai Tablolong
Beginilah kira-kira senja di Pantai Tablolong kali itu. Indah sekali, bukan?
Namun, untuk menuju ke lokasi ini butuh perjuangan.
Saya dan teman-teman berangkat dari Kupang sekitar pukul 4 sore dengan sebuah motor pinjaman. Saat itu, Saya dan Kak Tika hanya mengandalkan Google Map saja menyusuri jalanan yang belum mulus itu.
Di sepanjang perjalanan, tak sekali dua kali kami menjumpai pepohonan yang sudah gundul. Saat itu memang sedang musim kemarau, namun kemarau di Nusa Tenggara Timur itu rasanya panjang sekali.
Jalanan yang saya lewati juga cenderung sepi. Beberapa sumur warga yang letaknya di pinggir jalan terlihat ramai oleh aktifitas mandi petang warga.
Waktu yang kami butuhkan ternyata lebih lama dari perkiraan yang tertera di aplikasi Google Map saya. Tak lain karena motor yang kami pinjam kala itu tak bisa melaju kencang walau jalanan kosong.
Walaupun sedikit terlambat, tapi akhirnya sampai juga di spot yang paling asik untuk menikmati senja di Kupang ini.
Setibanya di lokasi, bentuk matahari bulat sekali terlihat di ufuk barat. Langit juga terlihat mulai merah membara. Dari kejauhan saya melihat siluet Pulau Semau yang indah namun penuh misteri.
Mungkin saking misterinya, seorang sahabat saya (bukan berasal dari Pulau Semau) rada enggan ketika saya ingin mengajaknya ke sana. Entahlah apa alasannya selalu mengelak.
Baca juga cerita perjalanan saya: Lihat pantai-pantai di indah di Pulau Semau
Ombak-ombak kecil menghampiri mata kaki saya yang memang sengaja saya biarkan basah berada di bibir pantai. Saya merasakan suasana yang begitu damai sekali saat momen-momen seperti ini.
Tak banyak pula ‘sampah visual’ yang menggangu saya di lokasi ini. Sehingga saya leluasa mengambil potret senja. Hanya ada beberapa warga lokal yang rumahnya tak jauh dari tempat saya berdiri, terlihat melintas di depan saya sambil melempar senyum.
“Permisi bapak…”, begitu sapaan yang makin melengkapi kedamaian saya petang itu di pantai Tablolong.
Kondisi pantai yang sedang Meti (surut) membuat Kak Tika asik menikmatinya sambil berjalan-jalan.
Kami tenggelam dengan kedamaian kami masing-masing. Bahkan jarang sekali ada kata-kata yang keluar. Menikmati cerita senja kami masing-masing.
Indah sekali.
***
Perjalanan pulang yang berdebar-debar
Kami tak lama berada di Pantai Tablolong ini. Cerita senja kemudian berubah menjadi cerita perjalanan yang bikin berdebar-debar.
Terbayang di pikiran kami akan betapa susahnya medan yang harus kami lalui dalam perjalanan pulang nanti. Jalanan yang gelap dan berlubang. Belum lagi bayang-bayang masalah terbesar, yaitu bensin habis. Karena Saat perjalanan ke Pantai Tablolong tadi, saya tak melihat ada penjual bensin eceran sepanjang perjalanan.
Tepat pukul 19.00 WITA, kami kemudian beranjak dari lokasi itu.
Benar saja, perjalanan pulang kali ini sungguh bikin hati saya berdebar-debar. Jarum penunjuk bensin tak bekerja sebagaimana mestinya. Pun, sebelum berangkat tadi, saya tak sempat pula mengecek kondisi bensin dalam tangki karena terburu-buru untuk mengejar senja di Pantai Tablolong.
Untunglah kekalutan saya dijawab oleh Tuhan.
Sebuah warung kecil dengan penerangan genset, ternyata menjual bensin. Betapa bahagianya kami menemukan warung kecil itu. Benar dugaan saya, bensin yang ada di tangki, tinggal beberapa tetes saja sepertinya. Pantas saja tadi laju motor juga tersendat, ndut-ndutan begitu.
Setelah urusan bensin terselesaikan, saya berusaha tenang dengan mengobrol segala hal dengan Kak Tika. Padahal, saya lihat ban motor yang saya pinjam ini juga sudah gundul, dan jalanan pulang ini juga masih banyak lubang yang harus saya lalui.
Namun, saya selalu percaya, bahwa Tuhan selalu bersama para pejalan.
***
Kami tiba di Kota Kupang tepat pukul 20:30. Kebetulan sahabat saya Rahung Nasution, sang koki gadungan sedang memasak sesuatu di dapur bersama tuan tanah NTT ini, Dicky Senda. Saya dan kak Tika memang numpang menginap di rumah salah satu sahabat kami, om Pinneng. Namun karena beliau tidak ada di tempat ya kami berempat saja yang menjajah rumahnya haha. Malam itu, kami makan bersama, masakan koki kenamaan Rahung Nasution dengan bumbu andaliman andalannya.
Jadi buat kalian yang hendak bertetirah ke wilayah Kupang dan sekitarnya, semoga ada waktu untuk menikmati senja di pantai Tablolong ini ya. Karena letak kota ini yang ada di pesisir barat Pulau Timor, membuat Kupang punya banyak sekali tempat asik untuk menikmati senja.
Baca semua artikel tentang senja.
Rekomendasi saya untuk tempat menikmati senja selain Pantai tablolong adalah, Pantai Lasiana, Tebing Cafe dan area Subasuka.
Selamat menikmati Senja.