Deretan mobil-mobil keluaran terbaru seperti Jazz, inova, xover, rush dan masih banyak lagi lainnya terlihat berbaris di area parkir pelabuhan Sofifi pulau Halmahera. Benak saya berfikir “oh sungguh kayanya pulau ini hingga mobil-mobil bagus seperti itu bisa berada disana. Namun tidak selang berapa lama mata saya dibuat kembali terbelalak lagi karena mobil-mobil keluaran terbaru itu ber plat nomer polisi warna kuning. Ternyata mobil-mobil itu dipergunakan sebagai angkutan umum yang mengantarkan penumpang ke segala penjuru pulau Halmaera ini.
Perjalanan ke sofifi ini saya tempuh dari pelabuhan KotaBaru yang terletak di kota Ternate. Begitu pesawat lepas landas saya segera mencari mobil yang bisa disewa untuk menuju kesana. Tidak perlu waktu lama untuk mencapai pelabuhan KotaBaru dari bandara kota Ternate, mungkin hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas sampai dua puluh menitan.
Lokasi pelabuhannya sendiri berada di balik sebuah pasar. Begitu mobil memasuki area pasar kita pasti akan segera disambut oleh para penyedia jasa angkutan laut, yah hampir mirip calo kapal sepertinya. Sebaiknya survey dulu berapa harga sebenarnya untuk jasa penyeberangan dari Pelabuhan kota baru hingga pelabuhan Sofifi. Dari mulut ibu penjual nasi di area tersebut saya bisa mendapatkan informasi bahwa harga tiket boat adalah lima puluh ribu rupiah per orang untuk public boat.
Namun jika kita hendak mempergunakan public boat ini pastikan anda punya banyak waktu untuk menunggu, karena pasti akan lama sekali. Akhirnya saya putuskan untuk menyewa sebuah boat guna mengantarkan saya dan tiga orang teman saya ke pelabuhan Sofifi. Harga yang saya dapat juga lumayan murah, karena jika dibandingkan masih dengan harga perorangan, hanya selisih sekitar lima puluh ribu rupiah.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk mencapai pelabuhan Sofifi jika kita berangkat dari pelabuhan Kotabaru, hanya sekitar tiga puluh sampai empat puluh menit kita sudah merapat di pelabuhan Sofifi di pulau Halmahera. Hal serupa dengan kondisi di pelabuhan Kotabaru juga kembali saya alami ketika hendak keluar dari boat. Rayuan dari beberapa supir mobil membuat saya tidak bisa menikmati pelabuhan ini. Akhirnya setelah sedikit ngotot dengan harga, saya mendapatkan sebuah mobil avanza yang akan mengantarkan saya ke daerah Tobelo, karena dari sanalah saya akan menyeberang ke pulau Morotai.
“Boy” begitu jawab sang supir ketika saya mengulurkan tangan hendak berkenalan dengannya. Perawakannya masih muda, kalau perkiraan saya gak jauh-jauh dari usia 20 tahunan. Begitu mobil mulai melaju si Boy mulai menghidupkan musik di dalam mobil. Dia mengendarai mobil dengan kencang dan sigap. “Kalau gak ngebut akan lama sampai Tobelonya bang” begitu kilahnya ketika teman-teman saya yang ketiganya adalah ibu-ibu komplain karena merasa mual di dalam mobil dengan kondisi jalan berbelok naik turun yang harus kami lalui. Belum lama mobil keluar dari pelabuhan si Boy sibuk dengan handphone nya, sepertinya dia sedang mendapatkan sebuah panggilan, hingga akhirnya dia mengajak kami mampir dulu ke komplek kantor gubernur Maluku Utara.
Karena tertarik dengan patung burung yang ada di depan kantor kami minta di turunin di situ saja untuk sejenak menikmati indahnya pemandangan siang itu. Begitu kami turun, mobil kembali melaju memasuki area kantor gubernur, dan kami hanya saling pandang satu sama lain. Gak lucu kan seandainya si Boy melarikan diri dengan semua bara bawaan kami, dompet, kamera, laptop dan barang-barang lain kami masih ada di dalam mobil.
Tapi alhamdulillah semua itu tidak terjadi dan bertepatan dengan kami selesai berfoto-foto di depan kantor gubernur si Boy pun muncul dengan senyum sumringahnya. Mungkin yang barusan menelponnya tadi adalah pacarnya yang mungkin bilang seperti ini ” mas Boy, kamu kesini dong aku kangen neh” ha ha makanya dia bergegas menghampiri sang pujaan hatinya, tapi entah lah itu hanya perkiraan saya saja, yang pasti mobil kembali melaju dengan tanpa menginjak rem sedikitpun sepertinya, dan para ibu-ibu di bangku belakang sudah kembali terlelap.
Lagu nya westlife masih mengalun dengan merdunya ketika si Boy mendadak mengerem. Ada apakah ini? Gak biasanya si supir muda ini menginjak pedal rem nya, ternyata ada sebuah pohon melintang dengan manis nya di depan mobil kami. Memang pembangunan jalan sedang di lakukan oleh pemerintah setempat untuk menyambut festival akbar yang akan di gelar tahun depan di propinsi kaya rempah ini. “Sail Morotai” , sebuah even akbar akan digelar di pulau Morotai sekitar pertengahan tahun depan. Ini adalah sebuah perhelatan akbar dunia yang biasanya akan dipergunakan sebagai ajang memperkenalkan keindahan negeri kita ke mata internasional.
Setelah menempuh perjalan hampir 4 jam akhirnya tibalah saya di Tobelo. Saya tidak menyangka akan bisa menginjak kan kaki di kota ini. Bahkan mendengar namanya saja baru ketika pecah konflik antar agama beberapa tahun yang lalu. Kotanya sendiri tidaklah terlalu besar. Sebelum memasuki kota saya disambut dengan sebuah bangunan dan keramaian di sebelah kiri jalan, ternyata itu adalah bangunan terminal baru menurut keterangan si Boy. “Antarkan saya ke penginapan alfa mas ya boy” seloroh saya ketika si boy sedang asik mendengarkan dendangan “wali” di tape kresek-kresek nya. Kenapa saya bilang tape kresek-kresek, karena jika mobil terguncang tuh suara tape mobil jadi kresek-kresek memekak kan telinga saya. “Siap pak” kata si boy masih tetap dengan bersenandung lagunya wali dan mata lurus kedepan.
“Alfa mas” begitu yang saya baca ketika memasuki area halaman penginapan. Letaknya masuk ke dalam sebuah lorong. Disamping pagar penginapan adalah sebuah pasar tradisional. Sebuah penginapan sederhana, kebanyakan tamunya adalah supir-supir truck dan para suplier antar kota yang sedang melintas dan kecapekan, terlihat memang beberapa truck terparkir dengan rapi disana ketika saya memasuki halaman penginapan ini. Karena komposisi kami timpang ya akhirnya saya tidur sendirian, sementara ibu-ibu travel partner saya berada di sebuah kamar sendiri untuk bertiga.
“Ke pelabuhan berapa pak?” Kata salah seorang dari kami kepada supir becak motor yang mangkal di perempatan di depan lorong penginapan. “Satu orang tiga ribu buk” kata sang sopir bentor menimpali. Akhirnya kami ke pelabuhan dengan becak motor. Seru juga ternyata. Bentuknya hampir sama dengan becak-becak yang ada di jawa, namun di belakangnya bukan seorang tukang becak dengan berkeringat dan kayuhan beratnya, namun sebuah motor-motor bebek yang telah di modifikasi. Yang menarik saya adalah banyak nya cermin yang menempel sebagai atribut angkutan disini. Kayaknya hampir di semua becak maupun mobil di daerah ini memasang banyak sekali cermin-cermin kecil. Tidak tahu asal-usulnya kenapa ada cermin-cermin itu, apakah orang-orang sini memang senang sekali bercermin? Entahlah..
Berada di sebuah perahu ketingting menyusuri perairan Tobelo memberikan sensasi keindahan tersendiri. Mulai dari menyewa sebuah ketingting di area peti kemas pelabuhan Tobelo, saya mulai menyusuri beberapa pulau kecil di wilayah tersebut. Pulau yang pertama saya singgahi adalah pulau Tulang. Sebuah pulau kecil yang hanya di tumbuhi oleh tiga batang pohon kelapa dan rimbunan ilalang. Namun karena kecilnya itulah, pulau ini jadi begitu eksotik. Dipadu lagi dengan birunya langit dan awan yang berarak di atas pulau, sungguh pemandangan yang luar biasa.
Perahu ketinting kembali melaju meninggkan pulau kecil yang indah itu. Heading selanjutnya mengarah ke sebuah pulau yang memang diperuntukkan bagi para wisatawan. Pulau Kumo namanya. Mendekati dermaganya saja saya sudah tidak sabar untuk mencemplungkan diri ke dalam lautnya. Terlihat bening sekali, sesekali ikan terlihat berenang di dalamnya. Langit diatas masih terlihat biru berhias dengan awan putih yang berarak.
Setelah puas menikmati indahnya pulau ini saya harus bergegas untuk kembali ke daratan Tobelo, karena hari sudah mulai sore itu artinya saya harus segera mengarah ke sebuah pantai dimana kita bisa menikmati sunset dari sana. Pantai Luari namanya, letaknya tidak terlalu jauh dari kota Tobelo, hanya sekitar 30 menit berkendara kota sudah bisa mencapai pantai indah dan tenang itu. Yang unik dari pantai ini adah dari tanjungnya kita bisa menikmati sunrise dan sunset dari satu lokasi yang sama. Namun sayangnya sore itu mendung menggelayut sehingga sang dewa matahari tertutup awan.
Mungkin ini adalah isyarat dari Tuhan yang diberikan kepada saya untuk hanya menikmati suasan petang itu di pantai indah ini. Berenang bersama anak-anak lokal ternyata memberikan keseruan tersendiri. Berloncat-loncatan dari ranting pohon ke dalam laut rasanya bisa memacu adrenalin siapa saja yang melakukannya. Malam sudah mulai gelap, supir angkot yang kami sewa juga sudah mulai resah terlihat karena satu dan lain hal tentunya. Akhirnya saya bergegas kembali ke angkot yang terparkir di area tersebut untuk kembali ke kota Tobelo.
Seperti kota-kota lainnya, kehidupan malam di kota ini di dominasi oleh pedagang di pinggir jalan yang mengelar dagangannya di lapak-lapak pinggir jalan. Jangan kuatir tentang makanan jika sedang berada di daerah ini. Dari mulai pecel lele dan ayam hingga coto makasar ada menghiasi kebutuhan kuliner anda. Satu yang saya sayangkan ketika berada di daerah ini adalah layanan data dari operator yang katanya terbesar jaringannya di Indonesia sama sekali tidak bisa saya gunakan. Jangankan untuk mengakses menu blackberry messenger saya maupun browsing internet, bahkan untuk menelepon saja sangat susah sekali. Saya tidak tahu apakah setiap saat seperti itu atau hanya kesialan saya saja saat itu, yang jelas saya menemukan sebuah bangunan yang lumayan megah disana berjudul “Grapari”.
Keesokan paginya saya berangkat sendiri ke area pelabuhan dengan berjalan kaki, sementara trio ibu-ibu mungkin masih terlelap dengan mimpi-minmpi indahnya. Suasana pelabuhan masih terlihat sepi hingga akhirnya satu persatu orang berdatangan. Ternyata mereka adalah para kuli bongkar muat kapal. Kebetulan pagi itu disampaing saya berdiri terlihat sebuah kapal kayu yanhg mengangkut kopra, kata sah seorang yang saya tanya kopra-kopra tersebut berasal dari berbagai pulau di sekitar pulau halmahera yang selanjutnya akan di ekspor ke Filipina. Memang jika menilik lokasi pulau Halmahera ini sudah dekat dengan daratan Filipina, menurut keterangan seorang toke kopra yang saya ajak berbincang pagi itu hanya sekitar 4-5 jam perjalanan laut di butuhlkan untuk mencapai pulau tersebut.
Sementara masih menunggu matahari muncul dari ufuk timur saya masih menikmati tenangnya laut Tobelo di pagi buta. Sementara itu alunan denting-deting indah dari playlist Secret Garden mangalun membuat suasana ini begitu tenang, ah seandainya saya bisa mengajak orang yang memberikan secret garden ini untuk menikmati suasana tenang ini bersama, alangkah indahnya dunia ini.
Matahari sudah terlihat mulai meninggi, itu artinya saya harus segera kembali ke penginapan dan mempersiapkan segala hal untuk melanjutkan kembali perjanan ke pulau Morotai. Setelah semuanya siap kami menuju pelabuhan dengan menyewa 3 buah bentor.
Sesampainya di pelabuhan kebetulan sedang ada boat yang hendak menuju pulau indah itu. Dan benar tidak selang berapa lama setelah saya mendaftarlkan nama-nama kami ke petugas, boat pun melaju dengan kecepatan 3 mesin cepat di belakangnya, sementara itu ketiga travel partners saya terlihat segera tidur, mungkin karena mual dengan jalannya boat yang memang kencang sekali dan terkadang anjrut-anjrutan karena ombak yang mengehempas. mungkin mereka sedang bermimpi ketemu jendral Mc Arthur di Morotai, entahlah.