Hari kedua di Hokkaido, Jepang dalam Famtrip kecehnya JNTO Indonesia, saya dan beberapa teman beranjak dari kota Chitose. Setelah sarapan pagi dan leha-leha sebentar di kamar mungil nan nyaman, kamipun bergegas untuk segera kembali mengumpulkan luggage di tempat yang sudah diumumkan Michiko malam tadi.
“jam 7:55 koper sudah harus dikumpulkan, karena tepat jam 08:00 kita akan berangkat melanjutkan perjalanan ke kota Otaru” ucap Michiko, Guide saya dan teman-teman dalam trip ini.
Perempuan yang pernah delapan tahun tinggal di Indonesia ini mengajarkan kepada kami, kalau Masyarakat Jepang memang biasa sudah ready 5 menit sebelum waktu yang disepakati dalam perjanjian.
Walau masih agak lelah, tapi pagi yang cerah itu, membuat saya bersemangat untuk kembali meng-explore keindahan Hokkaido. Perjalanan hari ini di mulai dari kota Otaru, kota pelabuhan yang pernah jaya pada masanya dulu.
Hamparan kebun dan rumah-rumah warga telihat rapi berjejer. Tapi saya jarang sekali ketemu pandang dengan rumah-rumah tradisional yang sering saya lihat di brosur-brosur perjalanan. Hampir semua bangunan-nya bergaya modern dan minimalis.
Perjalanan ke Otaru tidaklah lama. Sepertinya baru aja meletakkan pantat ini didalam bis yang super kosong, eh sudah sampai aja di objek pertama yang akan kami singahi. Sesaat setelah turun Bis, kami disambut oleh staff Otaru Tourismnya. Mulai dari kemarin di Bandara kami disambut oleh Michiko dan staffnya, kemudian sampai Hokkaido disambut oleh Yasuhiro Nakazawa. Sepertinya kalau urusan penyambutan dan mengatur perjalanan, mereka tertata dengan baik.
Otaru Canal/kanal otaru ternyata objek wisata menarik juga buat masyarakat Jepang, khususnya Hokkaido. Mereka mengenal kanal ini dengan julukan kanal romantis. Terlihat banyak pasangan muda-mudi juga hilir mudik disepanjang pedestrian yang sengaja dibangun di samping kanal. Walau sudah direklamasi dan sekarang hanya tinggal 40 meter saja lebarnya, tapi Otaru Canal masih tetap menarik dengan beragam bagunan gudang kuno yang telah disulap jadi berbagai toko menarik di sepanjang kanal.
Pada masa jayanya, Otaru Canal ini adalah jalur penghubung yang ramai sekali. Biasanya dijadikan penghubung antara pelabuhan Otaru menuju Kota otaru itu sendiri. Namun sejak 1986 Otaru Canal ditetapkan jadi cagar budaya yang bisa dikunjungi warganya untuk mengenang kejayaan kota ini pada masa lalu.
Dari Otaru canal, Michiko mengajak saya untuk berkunjung ke music box museum. Ngomong-ngomong tentang music box, dulu pada masa cinta monyet, pernah saya menghadiahi gebetan temen sebangku jaman SD dengan sebuah kotak musik yang saya beli di pasar malam. Saya sendiri malah gak kenal lagu apa yang ada di music box kala itu, yang penting dentingannya terdengar melankolis dan romantis sekali buat bocah ingusan yang sepertinya sedang dilanda cinta monyet itu.
Dan pagi ini, saya akan diajak kesebuah museum yang sudah ada sejak 1912. Jangan-jangan kotak musik yang saya hadiahkan ke anak gadis berkepang dua itu dibuat di museum ini? Selalu ada campur tangan Tuhan memang kalau untuk urusan hati, ehem uhukkk *keselekmusikbox
Gak cuma main dan lihat-lihat museumnya geng, saya juga diajak mampir ke workshop pembuatan music box. Dan semua sudah dibagi-bagi sesuai dengan kepribadiannya masing-masing. Saya dapat boneka rubah kecil dan sebuah music box dengan lagu Kokoronotomo. Lagu andalan saya pada masa. Tapi lihat bonekanya mas Baban yang penyu unyuk akhirnya saya merayunya. Tak gambang memang merayu mas Baban. Butuh trik dan keculasan khusus untuk bisa mendapatkan boneka penyu idaman saya itu ha ha.
Perjuangan memang selalu membuahkan hasil kawan, akhirnya saya bisa mendapatkan boneka penyu yang unyuk itu. Sementara si Rubah culas, saya tukar ke mas Baban ha ha *tertawajumawaculas ala rubah.
Setelah puas maen music box, Michiko mengajak saya dan teman-teman untuk ngebrunch manja dulu sebelum melanjutkan perjalanan. Dan pilihan tempatnya jatuh pada sebuah warung kopi dengan bangunan kuno dengan menu Cheese Cake terenak se Hokkaido katanya. Dan memang benar, ketika sampai kita di suggest in sama Cheefnya ya itu, cheese cake dengan teh, buat saya agak aneh sih, biasanya kue itu temannya kopi. Tapi ternyata pilihan yang tepat memang, sampai-sama Rio, sang penyiar kondang itu, tadinya ogah mesen, karena takut dengan manisnya Cheese Cake yang teramat sangat, eh akhirnya mesen juga setelah nyicip satu sendok punya tetangga.
Tapi memang benar, manisnya itu pas, tidak terlalu, dan lembutnya itu super duper sih buat lidah saya. kalau om Bondan pasti sudah bilang “Maknyussssss” kalau nyicip kue ini. Dan benar ternyata, ini adalah kue terenak se-Hokkido buat saya, hi hi, lha di hokkaido cuma beberapa hari doang sih.
Puas menyantap kue terlezat, rupanya Michiko belum puas untuk mengaduk-aduk emosi saya yang sedang proses menurunkan berat badan. Dia akan mengajak saya dan teman-temen menyusuri jalanan Sakaimachi yang penuh makanan enak, hingga akan berakhir pada sebuah restoran Jepang Muslim. Belum pernah denger kan? asli itu menunya uwenak bin lezat sekali. Cerita selengkapnya di postingan selanjutnya yaaa.