Akhir tahun adalah momen yang ditunggu oleh banyak orang. Terutama bagi mereka yang harus bekerja senin hingga weekend. Liburan akhir tahun biasanya mereka gunakan untuk sejenak refreshing agar di tahun baru juga hadir semangat yang baru.
Nah, syndrome itu juga saya alami. Bahkan jauh-jauh hari sebelum akhir tahun saya sudah muter duluan. Biasanya memang sampai akhir tahun, bahkan tahun berikutnya.
Dua tahun terakhir saya menghabiskan waktu akhir tahun bersama warga kampung-kampung di Misool, Raja Ampat karena memang sedang menjadi volunteer di sana. Nah, akhir tahun lalu saya juga menghabiskannya dengan melakukan solo traveling mengelilingi pesisir Papua selama 100 hari. Di tahun ini juga, saya sedang melakukan ritual liburan ke Timur Indonesia lagi. Ya, lagi dan lagi.
Banyak teman yang bertanya kapan solo trip saya ini akan berakhir, dan saya selalu susah menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Saya yakin bahwa “sutradara terhebat” yang ada di alam semesta ini sudah mengatur peran terbaik untuk saya dengan sebaik mungkin, tinggal bagaimana saya harus menjalani peran-peran itu.
Saya tidak punya target muluk-muluk setiap kali melakukan perjalanan seorang diri seperti ini. Plan bisa berubah dalam hitungan detik. Dan inilah nikmat dari melakukan perjalanan seorang diri, tidak terpengaruh dengan rencana-rencana dari orang lain, yang terkadang malah bikin kita tidak bisa menikmati serunya perjalanan. Untungnya lagi saya hidup di jaman NOW dengan berbagai kemudahan. Cuma berbagi info, salah satu hal yang sangat membantu saya untuk mengurus sendiri rencana perjalanan, baik itu penginapan, dan penerbangan adalah Traveloka yang selalu kasih harga tiket paling murah.
Hampir tiga minggu sudah saya melakukan perjalanan ini, setidaknya sudah banyak cerita perjalanan yang saya dapatkan. Seperti minggu 2 minggu lalu saya berkesempatan mengunjungi distrik Kofiau. Sebuah distrik yang letaknya misah dari 4 pulau besar yang ada di Papua. Dari Kofiau saya bertemu dengan Tete Eliya Ambraw, tetua adat di Kampung Deer. Dari beliau, saya banyak belajar bagaimana seharusnya manusia menjaga alam semesta. Hukum Sasi yang mereka pakai sudah ada sejak lama, bahkan sebelum istilah “konservasi” ditemukan.
Sasi adalah sebuah kearifan lokal yang menjunjung tinggi keseimbangan yang terjadi di alam. Biasanya berisi tentang larangan mengambil hasil laut atau hutan dalam masa tertentu sampai masa buka Sasi tiba. Ketika masa buka Sasi, masyarakat akan tampak bahagia karena tabungan hasil laut mereka biasanya melimpah.
Sayangnya, di beberapa tempat seperti Kampung Folley di Misool bagian timur kabupaten Raja Ampat, Masyarakat di sana sedang berperang dengan para perusak alam yang melanggar hukum Sasi. Mereka datang dengan para penyelam kompresor dan lengkap dengan senjata tajam. Istilahnya, Tete Yunus Moom dan Tete Yohanes Fadimpo sudah siap mati.
Mendengar cerita itu saya ikut sedih. Masyarakat tidak bisa berbuat apa-apa karena sudah mencoba kontak fisik juga. Mereka sudah siap dengan bom di tangan, jadi benar-benar sudah siap mati memang. Parah.
Semoga segera ada jalan keluar dari kegelisahan para tete tetua adat di kampung yang damai itu. Aamiin.
Sudah menjelajahi Indonesia bagian timur, sekarang saya ingin melihat batas tanah air bagian utara. Ya, Kepulauan Sangihe Talaud hingga Miangas. Setelah mencari tahu informasi, rute perjalanan yang harus ditempuh adalah ke Manado dulu, kemudian akan menempuh perjalanan lagi ke Sangihe Talaud.
Sudah jadi kebiasaan, setiap punya plan begini yang belum fix tanggalnya saya pakai Price Alerts di aplikasi Traveloka. Buat apa? Ya jelas buat dapat informasi tentang harga tiket yang sesuai bujet saya. Kali ini saya setting bujet tiket PP Jakarta – Manado – Jakarta sebesar 500 ribu rupiah. Biasanya, saya selalu setting notifikasi per hari yang muncul di layar hape, jadi lebih mudah daripada lewat email.
Tinggal tunggu saja, nanti notifikasi muncul dan kasih informasi harga tiket sesuai dengan bujet saya, atau bahkan lebih murah. Kalau sudah oke, tinggal beli deh. Sesimpel buang kenangan mantan ke laut kok prosesnya, yeee kaannnnn.
Cara mengatur Price Alerts juga gampang kok, cukup ikuti step by step di applikasi Traveloka, niscaya kamu akan segera menemukan sebuah kebahagiaan yang hakiki. *nyamarjadimamahDedeh
Nah, sekarang sudah tenang kan? Tinggal berdoa saja semoga harga tiket yang saya incar segera turun, biar gak galau kayak lagunya Young Lex “Turun Naik”. Sembari menunggu jadwal saya ke Manado, mari kita explore dulu Sorong dan Raja Ampat kawan. Ada saran saya harus ke mana? Yang pastinya bukan ke rumah mantan, ya!