Pelabuhan Tomia siang itu terlihat agak ramai. Beberapa penumpang yang hendak menuju ke Wanci sedang menunggu air laut pasang. Pelabuhan di pulau ini masih mengandalkan kondisi pasang surut air laut. Jika air sedang surut kapal tidak bisa merapat ke dermaga. Ada sebuah bangunan yang di peruntuk kan buat para calon penumpang kapal untuk sekedar menunggu dan berteduh dari teriknya sinar matahari. Dikejauhan laut terlihat biru tergradasi dari biru muda/tosca hingga biru gelap yang artinya perairan gelap.
Semua barang sudah mulai di naik kan ke atas kapal. Itu artinya beberapa saat lagi kapal akan berangkat. Para penumpang yang sudah menunggu hampir satu jam dipelabuhan juga terlihat sumringah. Eh tunggu dulu ternyata pak kapten kapal kayu ini belum juga memberangkatkan kapalnya, setelah bertanya kenapa, ternyata sedang menunggu seorang bidan desa yang hendak pergi ke Wanci juga.
Dari Tomia menuju ke Kaledupa membutuhkan waktu sekitar 2jam, sama halnya dari Wanci ke Kaledupa. Jadi Kaledupa berada di tengah-tengah perjalanan dari Wanci ke Tomia. Samar-samar sudah terlihat rimbunnya daratan kaledupa, sebuah daerah yang konon katanya berasal dari kisah wangi-wangian semacam dupa dipulau itu.
Dermaga Reot yang sudah terlihat rapuh itu akhirnya saya tapaki. Biasanya kapal hanya berhenti di tengah laut dan kita mendarat ke daratan Kaledupa dengan menggunakan ojek kapal kecil seperti yang saya lihat sebelumnya. Namun ternyata Tuhan mendengar doa saya dan teman-teman. Terlalu banyak barang bawaan kami, pastinya akan merepotkan sekali jika harus turun ditengah laut.
Setelah semua barang turun, kapal melanjutkan perjalanan nya kembali menuju Wanci. Ola sudah menunggu saya di ujung dermaga dengan mobil pick up nya. Kalau di pulau Tomia saya bertemu dengan pak Armin yang lucu dan baik hati, di Kaledupa ini Ola akan membantu saya. Semua barang sudah naik ke bak belakang pick up. Satu persatu kami pun naik ke atas bak belakang mobil keren itu. Rupanya di ruang ruang setir sudah ada yang standby untuk mengantarkan kami ke penginapan.
Seru juga rasanya naik di bak terbuka mobil pick up ini melihat langit biru menghampar luas serta jejeran pohon kelapa di sepanjang jalan. Kenangan kemah waktu sd terngiang kembali. Dulu biasanya kelompok pramuka saya, ketika hendak mengikuti kemah yang biasanya di gelar di kecamatan, selalu diantar dengan mobil pick up terbuka sambil benyanyi sepanjang perjalanan.
Jalanan di kaledupa terlihat lengang. Rumah-rumah panggung penduduk yang berjejer di sepanjang jalan menarik perhatian saya. Bahkan di beberapa rumah terlihat ibu-ibu sedang asik memarut singkong untuk dimasak menjadi Kasoami, masakan khas Wakatobi pengganti nasi. Semua terlihat begitu bersahaja.
Pick up berhenti di depan Sebuah rumah panggung dengan tulisan “Penginapan Madya Siru, Ambeua HP 085241608933”. Inilah penginapan yang akan saya tempati selama di Kaledupa. Di Ambeua ini sudah ada beberapa penginapan seperti ini. Mungkin untuk mengantisipasi melonjaknya pengunjung di pulau Hoga yang berdekatan dengan Kaledupa pada bulan april hingga Juni.
Pada periode itu bisa ratusan pelajar dari Australia melakukan penelitian di sebuah NGO [Non Government Organisation] Operation Wallacea yang mengelola pulau itu. “kalau sudah bulan itu sekali turun dive bisa 40 orang mas” Celoteh Ola ketika saya sedang menikmati makan siang di warung depan penginapan dengan menu ikan laut bakar.