Menyeberang dari Flores menuju Sumbawa

11

Pemandangan yang tersaji di hadapan saya adalah sebuah pesona yang luar biasa. Labuan Bajo di nikmati dari ketinggaian seperti di hotel puncak waringin ini sungguh indah sekali. Deretan kapal berjajar rapi di dermaga pariwisata. Sementara kapal-kapal besar juga merapat di dermaga. Di kejauhan juga nampak kapal-kapal sedang yang menyediakan fasilitas kabin  juga terlihat sedang melego jangkarnya di perairan tenang Labuan Bajo. Pulau-pulau kecil yang berada di sekeliling Labuan Bajo juga menambah kesempurnaan suasana pagi ini.

Pagi dari puncak waringin
Pagi dari puncak waringin

Jalanan masih begitu lengang ketika saya keluar dari kamar. Untunglah ada ojek yang lewat dan mau mengantarkan saya ke hotel Puncak Waringin yang berada di lereng perbukitan Labuan bajo dengan view menghadap ke laut. Setelah sampai di hotel saya mencoba meminta ijin kepada petugas kemanan yang ada disana. Dengan senang hati beliau mempersilahkan saya untuk memotret dari teras aula mereka yang menuruku mempunya view paling bagus untuk menimati Labuan Bajo.

Keindahan demi keindahan saya rekam dalam memory card yang tersemat di kamera saya. Sungguh sebuah pagi yang mempesona sekali. Puas menikmati pagi dari ketinggian saya pun  berpamitan kepada bapak petugas kemanan. Ojek yang tadi mengantar saya sudah menunggu. Memang waktu mengantar tadi saya belum bayar ongkos ojeknya, supaya dia mau menjemput saya, dan pembayaran akan saya lakukan di hotel tempat saya menginap. Sebuah trik yang jitu ternyata untuk memaksimalkan waktu yang tersisa.

Mari kita menyeberang ke Sumbawa
Mari kita menyeberang ke Sumbawa

Sampai di hotel terlihat echi sudah siap dengan barang bawaanya. Pagi ini kami akan melanjutkan perjalanan menuju pulau Sumbawa. Moda transportasi yang kami pilih adalah jalur laut. Sebenarnya tujuan utama saya adalah pulau Lombok. Langkah ini saya ambil mengingat hanya dari lombok lah yang menyediakan penerbangan termurah dari hasil survey saya di beberapa tiket onlain maskpai dalam negeri. Sebenarnya ada pesawat kecil baling-baling yang melayani rute Labuan Bajo – Denpasar, maupun Labuan Bajo – Lombok. Tapi tenyata harga yang mereka tawarkan sungguh menggila, lebih mahal dari tiket Lombok-Jakarta saya. Nominal nya empat kali lebih mahal dari total biaya yang saya keluarkan  dari Labuan bajo menuju lombok lewat jalur laut dan darat.

Sambil mengendong tas carrier biru yang terisi penuh, saya melangkahkan kaki dari hotel menuju Pelabuhan Ferry. Ternyata ada beberapa pelabuhan di area ini. pelabuhan kapal barang, pelabuhan pariwisata dan pelabuhan Ferry ini.

Ferry yang akan menyeberangkan saya
Ferry yang akan menyeberangkan saya

Sebuah kapal ferry berukuran sedang yang biasa melayani rute Labuan bajo(Flores) – Sape (Sumbawa) masih tertambat di pelabuhan. Setelah mengantongi tiket dari loket asdp saya bergegas naik ke atas kapal. Menurut rencana tepat pukul 07:00 kapal akan bertolak meninggalkan Labuan bajo. Namun ternyata pukul 07:30 kapal baru mulai beranjak meninggalkan Labuan Bajo.

Kapal Ferry ini bernama Dewana Dharma. Cat warna-warni yang ada di depan kapal sungguh menarik sekali. Bangku-bangku  yang berada di anjungannya juga di desain dengan warna-warna cerah. Sementara di belakang ada beberapa permainan anak-anak. Kamar khusus yang disediakan buat para supir beristirahat juga tersedia. Semuanya terlihat bersih dan rapi. Sesuatu yang jarang saya jumpai jika melintas dengan Ferry di Selat Sunda.

bangku buat nyantai ganjen
bangku buat nyantai ganjen
Kapalnya colourful
Kapalnya colourful

Kapal melaju dengan kecepatan sedang. Pulau komodo masih terlihat di kejauhan. Laut  juga terasa begitu tenang pagi itu. Semua begitu indah untuk di nikmati. Duduk menikmati secangkir kopi dan sebuah buku “Meraba Indonesia” karya ahmad yunus dan om Farid Gaban menimbulkan sensasi kenikmatan tersendiri. Sesekali saya melemparkan pandangan ke pulau-pulau kecil yang dilewati kapal ini. Terlihat juga beberapa awak kapal sedang memasang pancing di beberapa titik di samping kapal.

Setelah menempuh perjalanan selama 6 jam lebih akhirnya kapal mulai merapat ke pelabuhan Sape yang menjadi ujung timur pulau Sumbawa. Cuaca terasa terik sekali siang itu. Beberapa perahu nelayan terlihat sedang asik menangkap ikan di perairan tersebut. Saya tidak bisa membayangkan ketika terjadi demostrasi besar-besaran di pelabuhan ini beberapa waktu yang lalu, tapi untunglah ketika saya berada di pelabuhan itu disambut dengan indahnya keadaan sekitar pelabuhan. Sebuah pulau yang menjadi perhatian saya adalah pulau yang di penuhi dengan atap rumah yang berwarna-warni. suatu saat saya harus bisa mencapai pulau tersebut.

Merapat ke SUmbawa
Merapat ke SUmbawa

Setetelah berjalan keluar dari lambung kapal, saya memasuki terminal bis. Ada beberapa bis yang sudah menunggu penumpang disitu. Kejadian tidak mengenakkan terjadi lagi di terminal ini. Para calo mulai menarik-narik barang bawaan saya untuk dinaikan kedalam bis nya. Mungkin karena faktor kecapekan dan panas yang sangat menyengat  saya sampe sedikit berteriak untuk menghentikan aksi mereka menarik-narik barang bawaan saya, dan ternyata cara itu ampuh sobat, satu persatu mereka meninggalkan saya ha ha. Sebuah bis yang terparkir saya datangi, setelah bertanya ternyata bis ini adalah armada yang malayani rute Sape-Bima. Hanya dibutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk menuju Bima yang menjadi yang menjadi kota kabupaten.

Tidak lama setelah bis melaju membelah jalan antara Sape-Bima hujan mulai turun. Semua barang yang terletak diatas di tutupi dengan terpal oleh sang kenek bis. Namun sebuah kejadian fatal terjadi, ketika sang kenek sedang membereskan barang-barang diatas ternyata ada sebuah tas terjatuh dari atas bis ini. Setelah beberapa penumpang berteriak akhirnya bis berhenti dan sang kenek turun mengambil tas tersebut. Saya sudah cemas dan berdoa semoga bukan tas saya yang jatuh. Jika itu tas saya tentu saja tripod yang ada di tas tersebut sudah patah berkeping-keping. Tapi untunglah ternyata adalah tas echi yang di dalamnya sudah di redam dengan sebuah pelampung yang selalu dia bawa.

Bis menuju lombok
Bis menuju lombok

Tepat pukul 05:00 sore saya sampai di sebuah terminal kecil di kota Bima. Langit sudah mulai agak gelap petang itu, namun semburat merahnya sungguh mempesona sekali. Setelah membeli tiket bis untuk tujuan ke Lombok saya mencari rumah makan untuk mengisi perut yang sejak pagi hanya terisi indomie saja. Rumah makan padang yang berada di seberang jalan dari terminal ini menjadi tujuan saya. Saya makan begitu lahap sekali siang itu.

Tepat setelah waktu magrib bergulir bis mulai berangkat meninggalkan kota Bima. Saya sudah mulai mengantuk sekali malam itu. Perjalanan dari Bima menuju ke Mataram biasa di tempuh dengan waktu sekitar 15 jam. Tentu bukan waktu yang singkat menempuh perjalanan sepanjang itu. Biarlah toh saya masih punya waktu untuk beristirahat di lombok sebelum terbang kembali ke Jakarta.

Kenangan yang tertinggal di Labuan Bajo
Kenangan yang tertinggal di Labuan Bajo

Tapi sebuah rencana gila muncul tiba-tiba. Bayangan keindahan pulau Kenawa yang terletak tidak jauh dari pelabuhan Pototano seketika hadir di angan saya. Setelah menceritakan ide gila ini kepada Echi dan dia setuju akhirnya saya mulai melancarkan aksi. Aksi pertama saya adalah dengan mengontak seorang sahabat yang tinggal di Pototano.  Setelah ada jawaban yang menggembirakan akhirnya saya mulai bisa mempersiapkan tidur dengan tenang dalam buaian bis Surya Kencana ini sambil berharap esok diberikan anugerah cuaca cerah.

Bis berhenti sejenak untuk beristirahat dan makan di daerah Sumbawa Besar. Perjalanan ini masih jauh dan saya kembali terlelap setelah bis mulai melanjutkan perjalanan nya lagi. Saya sudah mulai bermimpi menikmati keindahan Kenawa pulau kecil yang sempat saya juluki surga kecil dari Sumbawa barat ini.

Penganut Pesan Kakek "Jadilah pejalan dan belajarlah dari perjalanan itu". Suka Jalan-jalan, Makan-makan, Poto-poto dan Buat Video. Cek cerita perjalanan saya di Instagram dan Youtube @lostpacker

Related Posts