Mendengar namanya saja saya masih merasa asing hingga sekarang, bahkan dulu di pelajaran geografi kalau tidak salah ingat saya juga tidak pernah medengarnya. Tapi mungkin sudah menjadi kehendak Tuhan hingga akhirnya saya bisa menginjak kan kaki di pulau indah yang pernah Berjaya pada jaman perang dunia sebagai basis kekuatan Sekutu ini.
Setelah puas melihat tampang-tampang melas para rekan seperjalanan saya karen terobang-ambing oleh ombak dan laju speedboat yang melaju dengan kecepatan sangat tinggi, akhirnya saya melihat dikejauhan terlihat sebuah pulau yang masih samar-samar terlihat. Indikasi bahwa kita akan segera sampai di pulau morotai adalah dengan berkelilingnya seorang crew speedboat guna mengutip ongkos dari para penumpang. Setelah mengeluarkan sejumlah rupiah dan speedboat juga sudah mulai mendekati daratan Morotai saya bergegas mengemasi barang-barang bawaab saya .
Dermaga Morotai tidak terlalu besar, terlihat beberapa speedboat berjajar di sebuah sudut dermaga, sementara di tengah dermaga sedang tertambat sebuah kapal penumpang GEOVANI yang melayani rute Morotai-Ternate.
Beberapa tukang ojek yang terlihat di pelabuhan ini mencoba menawarkan jasanya, namun dengan barang bawaan kami tidaklah mungkin menggunakan jasa ojek untuk mencapai hotel dimana kami akan menginap. Berbekal sedikit informasi dari salah seorang sahabat tentang Morotai akhirnya perjalanan ini saya mulai dari dermaga ini. Bentor membawa saya menuju sebuah hotel yang katanya sering di gunakan pejabat jika sedang berada di Morotai, dan benar adanya ketika saya menginap disana ada rombongan dari Mabes Polri Jakarta menginap di hotel yang sama.
“hotel pacific inn pak” jawab saya ketika si bapak tukang bentor menanyakan tujuan saya akan kemana. Sekilas terlihat hanya seperti rumah biasa, tiadak ada tulisan atau papan petunjuk yang menjelaskan itu adaah sebuah hotel. Namun rasanya kok ya aneh jika penduduk pulau ini tidak mengenal nama hotel yang berdiri mungkin hanya bisa di hitung dengan jari di pulau kecil ini. Yang lebih lucu lagi ketika saya hendak melakukan check in di lobby hotel yang lebih mirip seperti ruang tamu sebuah rumah. Sang recepcionis entah menghilang kemana, tidak ada seorang pun melayani saya yang notabene adalah sebagai tamu hotel, hampir 30 menit lebih saya menunggu sang recepcionis hingga akhirnya beliau muncul, padahal perut sudah tidak kompromi lagi minta segera di isi.
Setelah melakukan proses check in saya berada di sebuah kamar sederhana yang lebih cocok di sebut hostel. Terlihat sebuah shower dan ember di bagian bawah dalam kamar mandinya. Sementara itu sebuah pesawat televisi menghiasi meja kerja yang terletak di sudut ruangan. Sebuah pendingin udara juga terpasang di bagian sudut kamar bagian atas.
Dengan kondisi Morotai yang panas tentunya keberadaan pendingin udara sangat dibutuhkan sekali. Sebuah tempat tidur yang menjadi ikon utama kamar itu sepertinya berteriak untuk segera di cumbui, namun perut rasanya sudah tidak bisa diajak ompromi lagi, hingga akhirnya saya terdampar disebuah rumah makan Jawa yang terletak tidak jauh dari hotel tempat saya menginap. Menu ikan bakar menjadi menu andalan saya siang itu, semangkuk gulai paku juga menambah nikmat siang itu berlipat-lipat rasanya.
Usai mengisi perut saya mencoba mencari-cari informasi tentang boat yang bisa di sewa untuk mengelilingi deretan pulau-pulau kecil yang ada di perairan Morotai. Setelah bertanya kesana-kemari di sepakatilah sebuah boat yang akan membawa saya dan tiga orang rekan seperjalanan saya mengarungi keindahan perairan morotai. Mendengar harga yang ditawarkan pertama kali saya terbelalak, hingga akhirnya saya bisa memahami pesan-pesan dari beberapa teman saya bahwa kalau mau jalan ke timur itu yang mahal di transport. Mau tidak mau, suka tidak suka akhirnya saya menggunkana boat itu juga untuk menyusuri eloknya pulau Dodola dan beberapa pulau kecil di sekitarnya.
Tepat pukul 13:00 saya sudah berada di pelabuhan, karena menurut kesepakan dengan pemilik boat saya akan memulai petualangan laut ini jam 13:00. Sesampainya di pelabuhan saya kaget setelah melihat boat yang akan saya gunakan. Sejatinya ini adalah boat yang sering di gunakan untuk mengangkut penumpang dari Tobelo ke morotai ataupun sebaliknya, namun karena mereka tidak beroperasi setiap saat maka boat-boat ini banyak nganggurnya.
Boat yang seharusnya bisa menampung penumpang sebanyak 20 orang kali ini saya naiki hanya ber empat saja. Saya memilih duduk diatas karena tentunya akan lebih mudah buat saya untuk memotret keindahan pulau-pulau yang saya lewati dari atas boat ini.
Hanya memakan waktu sekejap saya sudah sampai di pulau Zumzum. Mungkin karena boat ini melaju dengan sangat kencang sehingga jarak tempuh bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan. Mendekati pulau Zumsum saya disambut oleh sebuah dermaga yang cukup tinggi, mungkin karena air laut sedang surut, sehingga membutuhan sedikit perjuangan untuk menaiki dermaga tersebut. Desiran ombak terdengar lirih sekali, laut memang sedang tenang saat itu, namun awan kelabu juga menutupi idahnya langit biru yang ada diatas pulau Zumzum.
Maskot atau daya tarik pulau ini selain keindahannya adalah sebuah patung Mc Arthur. Seperti diketahui Morotai dulunya adalah sebuah pangkalan militer Sekutu dengan Jenderal Mc Arthur sebagai pemimpinnya. Jenderal Mc Arthur adalah seseorang yang disegani pada jaman dahulu. Karena sangat terkenalnya beliau di Morotai hingga dibuatlah patung nya di salah satu sisi pulau. Patungnya sendiri menghadap kearah laut dan sebuah tugu dengan sebuah bola dunia di puncak tugunya.
Dari patung Mc Arthur ini kita bisa menikmati sebuah view yang indah sekali, namun sayang langit yang kelabu sedikit membuat saya menjadi kecewa. Sudah 2 peninggalan Mc Arthur yang saya datangi di belahan negeri Indonesia ini, yang pertama adalah bukit Mc Arthur yang terletak disebuah bukit di Kota Sentani, Papua. Dan ini adalah yang kedua saya berjumpa dengan peninggalah seorang jenderal yang fenomenal ini.
Perahu kembali memecah heningnya laut saat itu, dikejauhan saya melihat sebuah pulau. Setelah bertanya kepada salah seorang crew boat saya akhirnya tahu nama pulau itu. Pulau Kolorai, sebuah pulau kecil yang hampir keseluruhan penghuninya berprofesi sebagai nelayan.
Ketika boat mendekati dermaganya kami di sambut dengan riuhnya anak-anak kecil yang sedang bermain di dermaga tersebut. Lucu sekali tingkah polah mereka, seperti ada sebuah mobil mewah datang di kampung, mereka berlarian mendekati tangga dermaga menyambut kami. Mungkin dalam fikiran mereka Teuku Wisnu yang akan turun dari boat, tapi ternyata mereka tidak kecewa walaupun yang turun dari kapal hanyalah seorang gembel macam saya, bahkan mereka antusias ketika saya mengarahkan lensa kamera saya kearah mereka.
Perahu-perahu putih terlihat berserakan terlihat di kanan kiri dermaga. Dari keterangan si bang Bleki sang nahkoda boat saya dapati sebuah ironi yang sangat menyesak kan dada. Ternyata itu adalah perahu-perahu hasil sumbangan yang dananya sudah di korupsi oleh seorang oknum sehingga pembuatan perahunya asala-asalan saja. Poros as bawah perahu ini rata-rata sudah pada rusak, dengan rusaknya poros as itu, perahu tidak bisa di gunakan, dan mereka kambali mencari ikan dengan mengunakan perahu-perahu tradisional yang terbuat dari kayu. Pulau ini terkenal sekali dengan industri ikan asin rumahannya.
Terlihat di beberapa rumah penduduk hamparan jemuran ikan asin, harganya juga masih lumayan murah jika dibandingkan harga ikan yang sama di daerah Morotai, Tobelo bahkan di Ternate. Setelah puas berkeliling kampung kecil ini saya bergegas menuju ke boat lagi karena tujuan akhir perjalanan ini adalah pulau Dodola, sebuah pulau yang akan tersambung apabila kondisi laut sedang surut.
Dari atas atap boat ini saya bisa melihat dengan jelas keindahan pulau Dodola, tidak heran jika nantinya pulau ini menjadi pusat dari perhelatan akbar yang bertajuk Sail Morotai 2012. Terlihat dua pulau yakni pulau Dodola besar dan Dodola kecil yang tersambung oleh hamparan pasir, Namun hamparan pasir ini akan terendam air ketika air laut sedang pasang. Begitu merapat di dermaganya saya langsung dibuat takjub dengan keindahan yang terhampar. Sebuah lukisan illahi yang tidak akan bisa di tiru oleh siapapun.
Sesegera mungkin saya mempersiapkan peralatan tempur saya, dan tak selang berapa lama sebuah kamera sudah mengelayut dengan mesranya di leher saya, bersiap untuk mengabadikan momen-momen indah yang akan segera terjadi. Bergegas saya menuju lokasi jalan pasir yang menghubungkan kedua pulau ini, rasanya sebuah keajaiban semua ini bisa terjadi. Pasirnya sendiri terlihat bersih dan lembut sekali. Melihat beningnya air laut ingin segera menceburkan diri ke dalamnya, namun hasrat memotret juga masih mengebu-gebu hingga akhirnya saya puas-puasin dulu merekam keindahan yang ada disana.
Di pulau Dodola besar nya terlihat beberapa bangunan seperti cottage, bangunan sederhana tersebut bisa disewa oleh pengunjung yang ingin menginap di pulau indah ini. Panggilan laut untuk segera mencumbuinya terasa sangat memekakkan telinga, hingga akhirnya saya tidak sabar untuk segera meloncat dari atas dermaga pulau Dodola besar, dan benar, ternyata seru sekali meloncat ke indahnya laut pulau Dodola.
Airnya bening dan tenang sekali, sesekali saya melihat gerombolan ikan loreng melintas. Ketika hendak menaiki tangga dermaga kaki saya tiba-tiba terasa perih, ternyata jempol kaki kiri saya sobek, tidak tahu kenapa, mungkin karena tergores pecahan kulit karang yang menempel di kayu dermaga. Setelah mengoleskan obat anti pendarahan ke luka nya akhirnya darah segar yang mengalir keluar sedikit demi sedikit mulai berhenti. Saya langsung terfikir bagaimana jika ada hiu lewat dan mencium darah segar saya menets di perairan, pasti mereka akan beringas sekali, namun untunya hal itu tidak sampai terjadi, ha ha sebuah halusinasi yang aneh.
Langit sudah mulai Gelap artinya kami haru segera kembali kedaratan Morotai. Dan benar sampai di hotel saya melirik jam ternyata sudah pukul 19:00 WIT, setelah membersihkan diri tibalah saat yang saya tunggu-tunggu dari kemarin, yakni makan malam sambil karaoke. Ganov café dan resto menjadi pilihan saya, mungkin karena letaknya yang tidak terlalu jauh dari hotel, jadi bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Tiba di cafenya masih sepi sekali, akhirnya saya puas-puasin diri menyanyi sambil menunggu hidangan makan malam dengan menu seafood pesanan kami sampai di meja makan. Lebih dari 20 lagu mungkin malam itu saya nyanyikan. Rasanya seperti seorang artis penyanyi terkenal dalam sebuah konser tunggal yang sangat megah sekali ha ha. Makan malam ini sangat spesial sekali rasanya, mungkin karena perut sudah luapar sekali kerena habis konser tunggal. Dalam hitungan menit semua makanan yang terhidang sudah masuk kedalam perut sexy saya ha ha.
Sedikit kaget ternyata ketika menerima bill makanan, ternyata lagu yang saya nyanyikan kena biaya, waduh padahal saya kira tadinya itu fasilitas free, untungnya cuma 20 ribu rupiah, seandainya besar berabe juga, bukan kejadian lucu mungkin jika kehabisan duit di Morotai yang keberadaan ATM tidak pernah saya lihat ini gara-gara berkaraoke ha ha.
Belum puas rasanya memejamkan mata ini berharap ketemu sosok jenderal Mc Arthur dari tadi malam, namun angin dan hujan terdengar mengerikan sekali di luar kamar, dan benar ternyata sedang ada badai. Saya mencoba keluar kamar menuju lobi hotel untuk melihat kondisi sekitar. Terlihat boat-boat yang kemarin rapi terparkir di dermaga tunggang langgang menyelamatkan diri berlindung ke pulau kecil di depan dermaga. Disana mungkin mereka terlindung dari ganasnya badai pagi itu. Saya sempat khawatir tidak bisa melaut melanjutkan perjalanan pulang ke Tobelo hari ini.
Terlihat atap seng rumah penduduk di depan hotel juga berterbangan, pot-pot di depan hotel juga pada roboh. Tapi untunglah badai tidak berlangsung lama, dan jam 9 pagi saya dapat kabar dari bang Bleki bahwa boat bisa berlayar ke Tobelo, alhamdulillah sesuatu banget jika mengutip ucapan fenomenalnya Syahrini melihat kondisi seperti itu ha ha. Tepat pukul 09:00 WIT saya meninggalkan pulau indah itu, terbersit angan dalam diri untuk kembali mengunjungi pulau ini lebih lama disaat perhelatan Sail Morotai 2012 digelar tahun depan. semoga