Jajaran gumpalan awan putih terlihat berarak dengan indahnya di atas puncak gunung Gamalama. Gunung yang menjadi kebanggan masyarakat ternate ini seolah tidak henti-hentinya untuk memancarkan pesona keindahannya.
Setelah beranjrut-anjrutan di atas speed boat dari dermaga Jailolo selama hampir satu jam lamanya, tibalah saya di sebuah dermaga Dhufa-Dhufa di kota Ternate. Cuaca siang itu terlihat menyengat sekali, matahari seolah dengan semangat sekali untuk membakar bumi dengan sinarnya. Dermaganya sendiri terlihat sederhana, tidak ada kesan mewah ataupun modern sama sekali.
Terlihat juga jajaran boat yang sedang menunggu antrian untuk menyeberangkan penumpangnya ke teluk Jailolo. Uniknya justru terlihat disini, masing-masing daerah dengan tujuan pulau Halmahera di berangkatkan dari pelabuhan yang berbeda di kota Ternate. Jika hendak mencapai daerah Sofifi maka kita akan berangkat dari Pelabuhan KotaBaru, berbeda jika kita hendak menjelejah Jailolo pelabuhan yang hendak kita tuju untuk menyeberang adalah pelabuhan Dhufa-dhufa. Lain lagi ketika kita hendak menyeberang ke pulau Tidore dan Maitara, pelabuhan yang disinggahi untuk kemudian menyeberang adalah Pelabuhan Bastiong. So jangan salah pilih pelabuhan jika hendak melanjutkan perjalanan dari kota Rempah ini.
Amboy indahnyaaaa. Begitulah benak saya berfikir ketika berada di sebuah benteng yang terletak di atas bukit kelurahan Toloko. Letaknya yang diatas ketinggian memudahkan siapapun yang berada diatas Benteng untuk memantau aktifitas musuh. Dari atas benteng ini sendiri mata kita dimanjakan oleh panorama laut yang indah dan keindahan gunung Gamalama yang sudah tidak terbantahkan lagi.
Ketika memasuki lokasi benteng nya sendiri hanya terlihat seperti sebuah taman kecil, namun ketika sudah melewati lorong-lorong di dalam benteng, ternyata banyak sekali lorong-lorong yang mengarah ke ruangan bawah tanah plus anak tangga yang tidak dibatasi oleh pembatas. Kesan angker segera saya rasakan begitu berada di dalamnya. Sejatinya benteng yang di bangun oleh Governor Jendral Francisco Serrao dari Portugis pada tahun 1512 ini di peruntukkan sebagai tempat peristirahatan putri-ptri Portugis dan tempat penympanan logistic, namun keberadaannya kini layak untuk dijadikan sebuah destinasi wisata jika kita berkunjung ke Kota ternate.
Puas menikmati indahnya benteng Tolukko kok perut rasanya sudah protes untuk diajak melanjutkan peralanan ini. Dari keterangan salah seorang sahabat yang bermukim disana saya mendapatkan keterangan untuk mengunjungi sebuah pasar Gamalama jika hendak merasakan kulineran ala Ternate yang sesungguhnya. Saya hanya bisa membayangkan makan ditengah pasar dengan keramaian yang luar biasa dan bau-bau an yang menghilangkan selera makan.
Namun keadaan berubah 360 derajat ketika kaki ini melangkah memasuki sebuah rumah makan sederhana namun lengkap di area pasar ini. “rumah Makan Popeda Gamalama” begitlah tulisan yang saya baca di atas pintu rumah makan ini. Cuma ada 3 meja di ruangan sempit itu yang membentuk huruf U. sebuah keluarga besar terlihat sedang asik menikmati nikmatnya menu-menu yang tersaji memenuhi meja tersebut. Mereka terlihat berpakaian rapi sekali bahkan salah satunya masih mengenakan Toga. Ada apakah ini? Ternyata disana mempunyai sebuah tradisi untuk merayakan anggota keluarga yang lulus dari bangku kuliah dengan makan dan berdoa bersama, selain itu biasanya juga di gelar acara meriah sekali pada malam harinya di kediaman masing-masinng warga yang lulus kuliah tersebut. Baronggeng Namanya, sebuah acara yang biasanya di manfaatkan para muda-mudi untuk berekspresi dengam menari.
Menu yang tersaji dimeja juga beragam sekali. Terlihat sebaskom popeda (masyarakat Papua dan Ambon sering menyebutnya Papeda). Selain itu juga terlihat sayur lilin, sayur atau gulai yang tadinya membuat saya sumringah karena saya pikir itu adalah gulai telur ikan, karena bentuknya mirip sekali dengan telur ikan namun ternyata bukan. Terlihat juga Kuah soru yaitu kuah yang biasanya dipergunakan untuk makan popeda, dimasak bebarengan dengan ikan asar (ikan asap), rasanya sendiri asam pedas dengan aroma ikan asar yang sangat kuat.
Selain itu juga terlihat Kasbi(singkong rebus), pisang rebus, ubi rebus, ikan bakar, ikan goreng, fofoki kuah santan, sayur garo (tumis kangkung dengan bunga papaya). Diantara sebanyak itu menu makanan yang menarik perhatian saya adalah Gohu ikan. Gohu sendiri mempunya arti Rujak. Jadi menyebutnya haruslah lengkap Gohu ikan. Ini adalah sajian ikan mentah yang di lumuri dengan bumbu yang sudah dimasak. Rasanya menarik sekali pastinya.
Saya mencoba sedikit terlebih dahulu takut tidak sesuai dengan perut saya, eh ternyata rasanya menakjubkan sekali. Tekstur ikan tuna merah mentah yang potong dadu ditambah dengan racikan bumbu-bumbu khas nya membuat sajian ini begitu segar sekali dimakan disiang hari. Menu Gohu ikan ini cocok sekali jika disantap dengan Kasbi, singkong rebus maupun ubi rebus. Sungguh masakan sehat yang layak di coba jika anda sedang berkunjung ke kota Ternate.
Menurut buku panduan yang saya bawa, benteng Kalamata layak untuk dijadikan destinasi selanjutnya. Sebuah benteng yang namanya diambil dari nama seorang pangerang Ternate yang meninggal di Makasar. Saya tertarik mengunjungi benteng ini ketika sekilas melihatnya pada iklan sebuah produk minuman di tv swasta. Mamasuki area benteng terlihat sedikit tidak terawatt, padahal benteng ini mempunyai peranan penting dalam sejarah Ternate, yakni di benteng inilah dulu dilansungkan perjanjian damai antara sultan Khairun dan gubernur portugis saat itu Dieo lopes de Muspito, namun Portugis berkhianat dan membunuh sultan di benteng Kastela.
Menikmati panorama indahnya pulau Tidore dan pulau Maitara dengan berdiri diatas pagar-pagar pembatas benteng memberikan sensasi keindahan tersendiri. Jiika kita melongok ke arah kota kita disuguhi aktifitas hilir mudiknya pelabuhan Bastiong. Tempat ini juga terkenal dengan panorama sunsetnya yang menawan, namun sayangnya waktus saya terbatas hingga tidak bisa membuktikan keindahan sunset dari atas benteng ini.
Melewati sebuah restoran yang terletak diatas tebing rasanya sayang kalau tidak mampir. Meskipun perut masih penuh dengan menu dari rumah makan popeda di pasar Gamalama, namun sekedar menikmati segelas es kelapa muda dengan pemandangan ajaib indah apa salahnya. Floridas restaurant. Terletak di Jalan raya Ngade/laguna, restoran ini memberikan pemandangan keindahan yang luar biasa. Dari balik meja-meja kecil di luar restoran ini kita bisa menikmati indahnya pulau Maitara dan pulau Tidore.
Lautan berwarna biru membentang luas di hadapan saya. Awan juga terlihat berarak seolah sedang menarikan tarian keagungan Tuhan. Sungguh pemadangan yang luar biasa. Perjalanan kembali saya lanjutkan untuk memutari pulau Ternate ini menuju ke danau Tilore yang konon katanya bernuansa magis sangat kental. Namun kejadian tidak mengenak kan saya dapatkan. Sudah hampir separuh saya memutari pulau ini, namun ditengah perjalanan saya menjumpai jalanan di tutup oleh sebuah acara perhelatan.
Tidak tahu acara apa itu namun yang pasti jalanan memutari pulau itu adalah satu-satunya, dan itu di tutup. DAMN..itu artinya saya harus kembali ke kota untuk memutar dari arah sebaliknya, pasti akan memakan waktu. Dari keterangan sahabat , kejadian itu sering terjadi jika salah satu penduduk sedang mengadakan sebuah pesta mereka pasti akan menutup jalan dengan semena-mena.
Sebuah kebetulan lain saya dapatkan ketika saya melewati depan istana Ternate. Semula hanya bermaksud hendak memotret istana dari luar pagar untuk sekedar foto liputan saya. Namun ketika seorang petugas istana yang sedang asik bekerja di dalam pagar memanggil saya untuk masuk ke area dalam komplek istana rasanya kebetulan sekali.
Saya masuk dari pintu kecil yang terdapat di samping gerbang utama istana. Istana nya sendiri masih terlihat kokoh berdiri di atas, dari depan istana kita bisa memandang ke lapangan (di Jawa sering disebut sebagai alun-alun) dan laut di depan istana. Beberapa gazebo juga terlihat rapi tersusun di sebuah taman di halaman istana. Pemandangan yang indah skelai sore itu rasanya.
Hari sudah semakin sore, dan menurut keterangan warga saya harus mengunjungi sebuah lokasi batu hangus, sebuah lokasi muntahan lahar dari gunung Gamalama ketika sedang mengalami erupsi. Memasuki areanya sekilas seperti sebuah area pertambangan batubara, karena warna bebatuan ini benar-benar hitam legam menyerupai Batubara. Bebatuhan hitam legam itu sebenarnya berasal muntahan gunung Berapi Gamalama. Harus ekstra hati-hati ketika menaiki bongkahan-bongkahan bebatuan tersebut karena terlihat tajam-tajam sekali bentukannya.
Tidak jauh dari lokasi itu saya menjumpai dua danau yang sangat fenomenal di Ternate. Danau Tolirere besar dan danau Tolire kecil. Konon asal mula danau Tolire berasal dari sebuah cerita rakyat yang menyebutkan katanya pada jaman dahulu kala terdapat dua insan manusia yang masih terlibat dalam hungungan darah melakukan perbuatan asusila hingga mereka berdua terkena kutukan dan tenggelam di kedua danau tersebut, pantas saja ketika saya hendak melempar batu dan komat kamit make a wish salah seorang terman berceloteh
“lha ini itu danau kutukan kok malah make a wish” ha ha kami pun tergelak. Berdiri dari bibir danau melihat kebawah rasanya indah bin ngeri sekali. Karena menurut penduduk setempat yang saya jumpai, hingga saat ini belum ada seorangpun yang berani masuk kedalam danau Tolire besar ini.
Dari lokasi ini saya juga puas menadang puncak gunung Gamalama yang terkadang batuk mengeluarkan asapnya. Sebuah kajian ilmiah juga pernah saya baca bahwa menurut sejarah geologi danau ini terbentuk pada 1775 akibat gempa tektonik yang diikuti oleh letusan freatik gunung Gamalama. Tidak jauh dari danau Tolire besar ini, agak kebawah letaknya terdapat danau Tolire kecil. Sepertinya tempat yang cocok untuk menikmati sunset dari lokasi ini.
Segelas aer Guraka saya nikmati bersama gorengan pisang bulu bebek dan sambel cocolnya di area kawasan pantai Sulamadaha. Penasaran dengan kopi Guraka nya saya pun memesan segelas lagi kopi guraka.
Aer Guraka sejatinya seperti wedang jahe, namun di Maluku utara ini dibuat dari jahe khas daerah ini, dan diatas nya ditaburi dengan pecahan-pecahan kacang kenari yang tumbuk kasar, begitu juga kopi gurakanya, kopi hitam dicampur jahe dan diatasnya di taburi pecahan-pecahan kacang kenari. Bagi anda yang gemar olah raga air bisa melampiaskan kegemaran anda di pantai ini.
Bahkan jika air sedang surut terbentuklah beberapa mata air panas dari celah-celah bebatuan karang yang menyembul. Pulau Hiri juga terlihat gagah dengan gumpalan-gumpalan awan yang ada diatasnya. Senja itu begitu damai terlihat di depan indera penglihatan saya. Gelap sudah mulai menyapa itu artinya saya harus bergegas kembali ke kota untuk beristirahat sejenak sebelum besok pagi harus kembali ke rutinitas yang begitu-begitu saja.
Malam di kota Ternate begitu ramai sekali, terlihat mudamudi memenuhi trotoar pinggir pantai. Kebetulan malam itu adalah malam minggu, malam dimana para muda-mudi biasanya memadu kasih. Saya tertarik untuk menyantap makan malam di sebuah café kecil tidak jauh dari tempat saya menginap. Memasuki ruangan makannya tidak ubahnya seperti panggung konser. Sebuah layar putih raksasa dibentangkan sebagai layar untuk menayangkan music-music karaoke. Dentuman dari sound system yang ada, rasanya juga membuat jantung hendak rontok. Rupanya sudah menjadi tradisi masyarakat sini untuk berkaraoke bersama keluarga di tempat-tempat seperti itu. Petualangan malam itu belum berakhir.
“ikut ane aja yok gan ke baronggeng di dekat BTN”, begitulah pesan singkat yang saya baca di layar handphone saya. Sebenarnya saya juga tidak tahu apa itu baronggeng, namun hal baru pasti akan menarik.
Music akan berubah hingar bingar dengan hentakan-hentakan ketika jarum jam sudah menunjukkan dini hari, muda mudi terlihat asik banget menari dengan gayanya masing-masing. Tidak tahan berlama-lama akhirnya saya terjun juga ke arena dansa.Semua bergembira sekali malam itu. “bos minum dulu neh, air ajaib khas Maluku” sahabat saya mengulurkan sebuah gelas yang ternyata isinya adalah Saguer, minuman khas tradisional Maluku. Sedikit meminumnya saja ternggorokan saya rasanya hampir terbakar. Tidak tau apa yang tercampur dalam gelas tersebut. Setelah menghabsiskan segelas saquer tersebut saya kembali bercengkrama dengan para penari-penari lain, hingga tidak terasa jam ditangan saya sudah menunjukkan pukul 4 dini hari. Artinya saya harus bergegas kembali ke penginapan mengemasi beberapa barang dan meluncur ke bandara untuk terbang dengan pesawat pagi ke Jakarta.