Suwe Ora Jamu, Cafe Tradisi Di Era Milenial

11

Jamu sepertinya tidak bisa dipisahkan dari jatidiri bangsa ini. Hampir diseluruh bagian negeri ini rasanya mengenal tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang kita ini. Namun saat ini kepopuleran jamu sudah sudah memprihatinkan. Bahkan ada stigma yang beredar, kalau jamu itu kuno dan identik dengan mbok-mbok dengan baju khas jawa, yang keliling sambil gendong dunak (bakul terbuat dari anyaman bambu). Namun yang paling parah adalah tuduhan bahwa Jamu sebagai salah satu penyebab sebuah penyakit.

Kunyit Asem adalah jamu kesukaan saya dari dulu

Kehidupan masa kecil saya tidak bisa lepas dari yang namanya Jamu. Simbok saya adalah salah satu orang yang sampai saat ini masih mengkonsumsi jamu. Dan hasilnya bisa saya lihat dengan mata kepala saya sendiri. Diusianya yang hampir kepala tujuh, saya jarang sekali melihat beliau sakit. Jangankan sakit, mengeluh tentang kesehatannya aja jarang sekali saya dengar. Aktifitasnya berjualan sayur mayur di pasar juga tak pernah terganggu gegara beliau sakit. Dan jejamuan inilah yang selalu di wariskan ke anak cucunya.

Paitan atau jamu glempo adalah jurus saktinya kalau anak-anaknya bandel susah makan pada jaman dahulu. Jamu glempo sepertinya di buat dari brotowali yang terkenal sangat pahit tapi berkhasiat itu. Tapi tidak bisa ngalahin pahitnya kenangan putus sama mantan sih, upsssss!!!.

Jejamuan di Suwe Ora Jamu

Memang jamu paitan ini momok buat kami anak-anaknya simbok. Rasanya yang sangat pahit, membuat kami enggan dekat-dekat dengan itu. Nah anggapan bahwa jamu itu pahit juga menjadi salah satu sebab jamu itu enggan diminati oleh generasi muda di era milenial ini.

Beberapa hari yang lalu saya dapat undangan untuk buka bersama di sebuah cafe. Buat saya rasanya kok bangga sekali buka bersama di sebuah cafe yang konsepnya menarik. Setelah browsing-brosing lokasinya dimana, ternyata saya ketemu satu fakta bahwa cafe ini adalah cafe jamu. Nah konsep menjual jamu dalam sebuah cafe menarik buat saya. Tanpa pikir panjang, sayapun meng-iyakan ajakan bukber kala itu.

Suasana di dalam cafe yang Cozy banget

Pertama masuk ke cafe itu, mata saya langsung menelisik ke beberapa sudut. Ornamen-ornamen kuno yang antik di pajang dibeberapa bagian. Etalasi di bagian depan lengkap dengan bahan-bahan dasar jejamuan. Yang paling dominan di ruangan ini adalah meja bar-nya lengkap dengan lampu-lampu gantung khas cafe-cafe pada umumnya.

Tak banyak memang yang duduk disana, mengingat saat itu masih dalam suasana puasa.

Siap ready for Bukber

Suwe Ora Jamu nama cafe ini. Dari namanya saja kita sudah bisa menebak apa yang dijual di dalamnya. konsep menjual jamu dalam sebuah sajian menarik seperti cafe ini, patut diacungi jempol, atau jempolan idenya. Jamu yang dijual rupa-rupa jenisnya. Dari jamu beras kencur, kunyit asam hingga paitan tersedia di cafe ini. Saya seperti membuka kembali memory-memory masa kecil saya ketika main kedalam cafe ini.

“mbak Poppie dimana mas?” tanya saya kepada bartender yang sedang asik meracik secangkir jamu pesanan pelangan sepertinya.

“langsung aja ke belakang mas” ucapan si mas bartender sambil melempar senyum manisnya.

Liwetan Suwe Ora Jamu

Saya melangkah kebagian yang ditunjuk oleh mas-mas bartender tadi. Setelah membuka pintu geser, saya mendapati mbak Poppie, sahabat saya sedang asik menelepon. Kembali saya dibuat nyaman, dengan suasana dalam ruangan, yang sengaja dikonsep seperti rumah-rumah tinggal Jawa pada masa lalu. Sementara beberapa sahabat sudah asik ngobrol sambil mengeliligi meja yang diatasnya sudah terhidang dengan manisnya, menu-menu yang nanti akan menemani kami berbuka puasa.

Urap Suwe Ora Jamu

“Kalau di Bali kita mengenal magibung, di Belitung kita kenal dengan bedulang, nah di tanah Jawa kita juga punya istilah buat makan bareng ini, liwetan atau bancakan namanya” ucap mbak Popie di sela-sela perkenalan kami.

Memang sore itu kami banyak yang belum saling kenal. Dan untuk membuat kami akrab, ya salah satu caranya adalah dengan kenalan.

Keluarga Jejamuan saya petang itu

Banyak teman baru yang baru saya kenal hari itu. Selalu menarik ketemu dengan sahabat-sahabat baru. Apalagi yang memang obrolannya satu sinyal alias nyambung. Sembari ngobrol ngalor-ngidul bertukar pengalaman, akhirnya Adzan magrib yang ditunggu-tunggu pun berkumandang. Lepaslah sudah dahaga dan ibadah puasa kami seharian tadi. Obrolan dan tawa masih berlanjut hingga akhirnya saya harus berpamitan terlebih dahulu karena ada janji dengan Giri dan om Benny Kadar, para maestro filmaker untuk bersua di daerah Citos.

Dan serunya makan liwetan bareng-bareng

Terimakasih mbak Popie, terima kasih teman-teman untuk buka puasa dan cerita-ceritanya. Terimakasih Suwe Ora Jamu untuk inspirasinya mempertahankan budaya minum jamu dengan konsep yang milenial keren seperti Suwe Ora Jamu. Semoga bisa bersua kembai di lain kesempatan. cheerssss.

Nih Video sedikit cerita keseruan waktu itu.

A post shared by Sutiknyo (@lostpacker) on

Penganut Pesan Kakek "Jadilah pejalan dan belajarlah dari perjalanan itu". Suka Jalan-jalan, Makan-makan, Poto-poto dan Buat Video. Cek cerita perjalanan saya di Instagram dan Youtube @lostpacker

Related Posts

Leave a Reply