Debur ombak dan heningnya suasana pagi kala itu di pantai Papuma, yang terletak di sebuah tanjung berjarak sekitar 37 kilometer dari Kabupaten Jember serasa mengobati penat di tubuh ini karena harus duduk di bis ekonomi dari Surabaya selama hampir 7 jam.
Tepat pukul 04.30 pagi saya tiba di sebuah penginapan kecil milik perhutani yang setelah saya telusuri ternyata penginapan satu-satunya di kawasan ini yang dikelola Perhutani ini.
Belum puas mendaratkan tubuh ini di tempat tidur, semburat cahaya merah sudah mulai menyapa di ufuk timur, seakan menyapa setiap insan untuk menyambutnya dengan semangat baru pada hari itu. Kamera dan teman-temannya memang sudah saya siapkan di sebuah tas khusus sehingga tidak perlu menunggu lama, kaki ini sudah menapak di pantai pasir putih tersebut.
Siluet perahu-perahu nelayan di Tanjung Papuma ini rasanya semakin indah dengan latar matahari terbit yang menakjubkan. Semburat merah keemasan pantulan cahaya matahari yang baru keluar dari peraduannya di permukaan air laut serta awan berarak indah yang menyatu dalam bentang cakrawala yang indah merupakan pemandangan luar biasa pagi hari itu.
Setelah puas menyusuri pantai di Tanjung Papuma pagi itu, perhatian saya tertuju kepada rombongan nelayan yang mulai bergotong royong menurunkan perahu ke laut. Peristiwa semacam ini pernah saya lihat di daerah Amed Bali, hanya saja perahu yang di Tanjung papuma ini lebih besar dari yang saya jumpai di Amed.
Senyuman ramah dari para nelayan tersebut membuatku merasa nyaman untuk mendekati mereka sembari bersendau gurau. Ternyata perahu bercadik ini di awaki oleh 2-5 orang nelayan yang hampir 90 persen adalah berasal dari Madura.
Perahu kecil itu mulai membelah ganasnya ombak Tanjung Papuma menuju ke tempat yang sekiranya banyak terdapat habitat ikan tangkapan bagi nelayan tersebut. Semakin lama semakin jauh hingga akhirnya perahu itu menghilang dalam merah emasnya permukaan laut saat itu.
Nama Papuma sendiri adalah singkatan dari Pasir Putih Malikan yang merupakan nama 2 pantai yang ada di tanjung ini yaitu pantai pasir putih dan pantai Malikan.
Sebenarnya ada satu lagi pantai di dekat tanjung ini yakni pantai Watu Ulo, namun kawasan Papuma dan Watu Ulo di kelola oleh dua pihak yang berbeda, yaitu perhutani yang mengelola kawasan Tanjung Papuma sedangkan Kawasan watu Ulo di kelola oleh pihak pemda.
Rasanya baru sebentar merebahkan badan di tempat tidur, salah satu teman saya sudah memberitahu bahwa ikan bakar sudah di pesan untuk makan siang ini di pinggir pantai pasir putih. Rasanya sudah tidak sabar menikmati kerapu dan kakap Bakar di bawah pohon yang rindang di pinggir pantai pasir putih yang indah, setelah pemilik warung menghidangkan semua menu makan siang.
Siang itu, kami agak sedikit kaget dibuat karena porsi ikannya gede dan banyak sekali rasanya tidak akan habis di perut kami bertiga. Tapi, ya akhirnya habis juga… “slow but sure” Begitulah semboyan kami saat itu.
Dari atas “Siti Hinggil” saya bisa melihat kedua sisi pantai yang ada di Papuma ini. Di depan siti hinggil ini berdiri kokoh sebuah batu besar yang menurut keterangan nelayan di Papuma batu itu bernama “Gunung Kodok”. Memang benar jika kita amati dari sudut tertentu batu ini memang mirip kodok.
Siti Hinggil adalah sebuah pondok pengamatan kecil diatas karang tinggi tepat di ujung Tanjung sehingga sejauh mata memandang adalah laut pantai selatan yang terkenal dengan ombaknya yang ganas. Saat kita melihat sebelah kiri akan terlihat pantai pasir putih sedangkan di sebelah kanan adalah pantai Malikan, sedangkan di belakang kita adalah hutan Palem yang sangat indah.
***
Hampir tak bisa pulang
Belum puas rasanya menikmati keindahan alam Tanjung Papuma, hujan pun turun membasahi bumi sore itu. Begitu tiba di penginapan, kegiatan selanjutnya adalah berkemas. Tak lama saya kemudian sadar bahwa lampu mati dan seketika teringat punya janji untuk menelepon supir taksi yang akan menjemput kami di Tanjung Papuma pulang ke Jember.
Saya menjadi sedikit khawatir begitu melihat layar gawai yang bertuliskan “Emergency Call”. Pun hal serupa di layar gawai teman-teman saya.
“GAWAAT…”, ucap saya dalam hati.
Hari sudah semakin gelap gulita, hujan rintik-rintik pun masih setia menemani kami petang itu. Setelahnya, kami bertanya ke petugas Perhutani yang menjaga penginapan tersebut. Barulah kami ketahui, jika lampu mati, maka semua tower BTS yang ada di sekitar juga ikut mati.
“Wah gawat ini, bagaimana saya harus menelepon bapak supir taksi ya!”, gumam saya lagi.
Semua perlengkapan sudah berada di pendopo milik perhutani sambil berharap lampu akan hidup dan saya bisa menelepon supir taksi. Waktu sudah berlalu hampir satu jam sembari duduk termenung di kegelapan pendopo malam itu.
Untungnya, Tuhan masih sayang kepada kami, salah satu dari petugas jaga Perhutani disana teriak,
“Mas… HP smart saya ada sinyal”
Saya pun langsung memohon meminjam sebentar untuk mengabari si bapak supir taksi bahwa kami jadi pulang malam ini ke jember. Tak selang beberapa lama dari telepon seberang saya dengan bapak supir taksi berkata:
“Ditunggu-tunggu dari jam 5 tidak ada telepon, saya kira nginep di Papuma mas, tunggu 1 jam lagi saya sampai disana, ya”
Benar saja, kurang dari satu jam Taksi yang menjemput kamu tiba dan perjalan pulang meninggalkan Tanjung Papuma yang indah ini. Pun perjalanan ditengah rintik hujan ini seolah yang seakan mengantarkan kami bertiga kembali.
Dan tepat pukul 21.00 kami sudah sampai di terminal Tawangalun di Jember untuk selanjutnya melanjutkan dengan bis ekonomi ke Surabaya, karena bis patas AC dari Jember ke Surabaya terakhir jam 20:00.
Rasanya baru sepuluh menit bis jalan 2 teman saya sudah terbang bersama mimpi-mimpinya tinggalah saya yang harus tetap terjaga supaya barang-barang bawaan kami tidak berpindah tangan, sungguh perjalanan singkat yang luar biasa.
Terima kasih mas Inoe dan Om Judex Wahyudi yang sudah jadi teman Trip saya kali ini.
Jangan lupa untuk membaca cerita perjalanan di Jawa Timur yang lain.
***
Cara ke Pantai Papuma:
- Flight Jakarta-Surabaya, dari bandara bisa naik taksi ke terminal Bungurasih
- Di terminal bis Bungurasih, cari bis tujuan Jember, atau Madura-Banyuwangi yang melewati Jember. Ada bis patas AC dan Ekonomi dengan waktu tempuh 4-5 jam.
- Sementara, dari Jember ke pantai Papuma tidak ada angkutan umum. Silahkan carter ojek yang ada di sekitar, jangan lupa untuk nego-nego harga dulu. Selain itu, jangan lupa juga janjian untuk minta di jemput soalnya dari Papuma ke Jember juga tidak ada angkutan umum.
***
Cerita perjalanan ke Pantai Papuma dan sekitarnya di Tanjung Papuma saya lakukan medio tahun 2010. Mungkin ada informasi baik terkait lokasi maupun harga yang tertera dalam artikel adalah saat kunjungan, dan sudah tidak relevan saat ini.