Perjalanan udara lima jam empat puluh lima menit bukanlah perjalanan panjang. Tapi tidak bisa juga perjalanan itu dibilang singkat. Semua penumpang terlihat lelap sekali dalam tidurnya. Wajah-wajah terlihat seolah sedang berkompromi dengan kelelahan. Namun tidak berlaku. Buat saya. Tidak tahu kenapa, perjalanan selalu memberikan energi lebih, terlebih kali ini saya akan menuju Sentani. Bahkan beberapa teman saya sempat berceloteh perihal aktifitas perjalanan saya yang akhir-akhir ini makin menggila.
Terbangun menyaksikan langit sedikit memerah karena tersinari matahari pagi, adalah berkah yang tiada terkira. Walaupun sesaat karena mendung datang tiba-tiba. Hamparan awan putih telrihat bak kapas yang di tebar. Saya bahagia hidup di daerah tropis yang melimpah sekali cahaya mataharinya. Langit pagi di atas Sentani ini terlihat begitu damai. Apakah ini pertanda bahwa helatan besar yang akan di gelar nantinya akan sukses? Semoga.
Bukit-bukit yang membujur indah mulai nampak di penglihatan. Itu tandanya sesaat lagi pesawat ini akan mendarat. Bentangan danau maha luas terlihat begitu cantik dari jendela pesawat. Sejauh mata meandang yang ada hanya air, air dan air. Yah itulah danau terluas di daratan Papua. Dan besok pagi, helatan tahunan Festival Danau Sentani akan di gelar. Dan #PesonaSentani akan segera memikat siapapun yang akan hadir disana.
Bandara sentani masih terlihat seperti dulu. Tidak terlalu banyak perubahan seperti yang saya kira. Gunung Cyclops masih berdiri gagah di ujung sana. Seolah dewa pelindung yang melindungi Sentani dari marabahaya.
Danau indah yang sejatinya adalah danau Vulkanik itu berada 70 – 90 m diatas permukaan laut. Sumber airnya berasal dari sungai besar dan kecil di sekitarnya.
Bentangan danaunya sendiri sangat luas sekali. Mungkin membutuhkan waktu beberapa hari untuk menjelajahinya.
Para penumpang sudah berada di antrian bagasi bandara. Wajah-wajah lelah yang kemarin malam saya lihat, sudah mulai tidak terlihat. Muka-muka berseri terlihat di antara mereka. Mungkin karena sebentar lagi akan bersua dengan keluarga tercinta.
Kehadiran saya kembali ke Sentani sejatinya bukanlah yang pertama. Papua memang selalu menebarkan pesona. Setidaknya bagi saya penggila alam dan budaya asli. Dari sorong, raja ampat, misool, Biak, Manokwari hingga hari ini saya kembali menginjakkan kaki di bumi Papua Kembali. Kaimana dan Nabire masih saya simpam rapat-rapat lima sentimeter di depan jidat.
Kenangan lama langsung menyeruak ketika hawa segar dari pegunungan cyclops masuk ke paru-paru. Bukit Mc.Arthur bekas markas sang jenderal perang dunia itu seolah memanggil. Saya suka sekali sekedar duduk-duduk membaca buku disana. Pamandangan indah hamparan luas Danau Sentani di depan mata, dipadu dengan angin sepoi-sepoi selalu membuat siapapun yang berada di bukit itu betah.
Tapi konon katanya terbentuknya dana Sentani ini adalah kutukan karena ada larangan dari penguasa air di puncak gunung Cyclops yang di langgar. Benarkah? Terlepas dari benar dan tidaknya cerita rakyat itu, Sentani itu indah kawan.
Onomi Fokha!!