Labuan Bajo terasa sangat panas pagi itu. Namun para pedagang di pasar rakyat ini seolah tidak menghiraukannya. Iming-iming sejumlah rupiah demi mencukupi kebutuhan hidup, membuat mereka lupa akan teriknya sang surya yang bersinar terik di tanah Flores ini.
“Kapal Parewa Indah ini saya sendiri yang buat mas” sepenggal kalimat yang membuat saya tenang itu keluar dari mulut pak Dulah, sang Nahkoda kapal phinisi yang akan membawa saya berlayar selama 4 hari 3 malam kedepan. Pelayaran kali ini akan mengarungi dahsyatnya selat sape dari Labuan Bajo, Flores menuju Labuan Lombok di pulau Lombok.
Siang itu matahari bersinar begitu teriknya. Perahu-perahu kecil hilir mudik di perairan Labuan bajo. Para penduduk pulau yang tersebar di kawasan Taman Nasional juga terlihat sedang menunggu kapal yang akan mereka tumpangi berangkat. Berkarung-karung belanjaan terlihat menumpuk di haluan kapal. Pemandangan seperti ini lah yang terjadi sehari-hari di dermaga dekat pasar tempat pelelangan ikan.
Dengan di helatnya event Sail Komodo 2013 terpaksa perahu-perahu yang biasa di gunakan para wisatawan untuk masuk ke Taman Nasional Komodo berpindah ke luar dari dermaga yang biasa digunakan. Tak terkecuali Kapalnya pak Dulah yang akan kami tumpangi beberapa hari kedepan.
Acoy sang koki dan rekannya sibuk mempersiapkan bahan-bahan makanan yang akan kami konsumsi selama perjalanan. Dialah orang yang merasa di untungkan dengan berpindahnya tambatan kami dari dermaga Tilong (dermaga pariwisata yang biasa di gunakan) ke dermaga di belakang TPI ini. Dengan berpindahnya lokasi kapal berlabuh makan jarak kapal tertambat dan pasar dekat sekali, sehingga dia tidak perlu berjalan jauh untuk berbelanja.
Pak Dulah dan Kris sang asisten terlihat sibuk memeriksa kondisi mesin kapal. Sebelum berangkat memerikasa dan memastikan segala hal berfungsi dengan baik adalah kewajiban nya Kris, sementara pak Dulah hanya mengecek dan memastikan segalanya baik-baik saja. Pak Dulah selaku kapten kapal ini adalah warga Bugis asli yang sudah menetap di Labuan Sumbawa. Darah Bugis nya inilah yang membuat saya tenang berada dalam kapal yang beliau kemudikan.
Tepat Pukul 11:00 Jangkar kapal diangkat. Pak Dulah terlihat santai dan siap memberangkatkan kapal. Kami semua hanya bisa berdoa dalam hati supaya perjalanan kami kali ini senantiasa di lindungi oleh kuasa-Nya.
Pemberhentian kapal pertama kali adalah pulau Bidadari. Saya dan 4 sahabat baru saya sedikit berkelakar tentang bahasa inggrisnya Bidadari. Oh ya dalam sailing trip kali ini semua penghuni kapal berjumlah 11 orang, yang terdiri 4 dari crew kapal dan 7 adalah tamu peserta Trip termasuk saya. 4 orang sahabat baru saya Andre, Alni, Dea dan Hendra adalah dokter-dokter muda yang bertugas di Atambua, sebuah kabupaten di NTT yang berbatasan langsung dengan negara baru Timor Leste. Sedangkan dua lainnya adalah pasangan bule dari Belanda yang menghabiskan waktu liburan dua minggunya di Indonesia.
Pulau bidadari ini letaknya tidaklah jauh dari Labuan Bajo, berlayar mungkin hanya membutuhkan waktu skeitar 30-45 menit. Tapi di pulau ini saya menemukan keheningan. Pasir putih yang membentang di sepanjang pantai juga merupakan magnet tersendiri bagi para wisatawan penggila pantai indah dan sepi seperti saya. Belum lagi pesona bawah air nya yang elok sekali. Lihatlah koral-koral indah bertebaran tidak jauh dari pantai. Ikan warna-warni juga terlihat asik berenang kian kemari seolah sedang menarikan tarian kolosal yang dikemas dengan tema epic bawah air.
Pak Dulah terlihat menyelam kebawah kapal, setelah saya bertanya, ternyata beliau sedang mengganti satu dari tiga baling-baling kapal. Kris sang asisten yang tadi menemani saya bersnorkling juga terlihat sedang sibuk di ruang mesin. Pada saat-saat tertentu dia selalu memastikan mesin kapal dalam keadaan bagus dan siap berlayar. Oh ya Kris juga seorang Bugis, jadi kedua nahkoda kapal Parewa indah ini adalah berasal dari suku yang handal dalam melayari Lautan. Mereka tidak hanya mempunyai nyali yang besar dalam mengarungi laut biru tapi juga pandai dalam membuat kapal phinisi.
Makan siang sudah siap. Hanya sebuah makan siang sederhana, sayur, telor dadar, kerupuk dan buah Nanas. Tapi yang luar biasa disini adalah pemandangan sekitar dan siapa teman makan siang kita. Saya makan siang diatas kapal, di perairan Taman nasional Komodo, di atas pantai Pulau bidadari yang indah dan ditemani oleh sahabat-sahabat baru yang sedang berpetualang bersama menikmati salah satu sudut keindahan di negeri ini.
Bersambung…