Riung 17 Pulau, Keindahan Taman Laut yang masih alami.

11Island Hopping di Taman Laut 17 Pulau Riung

Pagi itu masih terasa begitu dingin dan sunyi. Ende masih terlelap dengan mimpi indahnya. Namun ada sesosok anak manusia sudah asik duduk si belakang jok tukang ojek dengan sedikit menggigil dan menahan kantuk. Sayalah sesosok anak manusia yang sok petualang itu. Menembus pagi yang dingin ini harus saya lakukan, karena jika telat sedikit saja saya harus menunggu keesokan harinya untuk bisa menikmati indahnya taman wisata laut 17 pulau di Riung.

Ojek melaju membelah kota Ende, saya hanya bisa menahan beban carrier segede gaban di gendongan dan sebuah tas kamera di depan saya. Sudah seperti anak durhaka yang di usir ibunya dah kalau melihat saya kala itu ha ha. Tujuan saya kali ini adalah sebuah terminal Ndao. Karena dari terminal inilah biasanya bis-bis yang melayani rute antar kota di pulau Flores ini bertolak.

“kalau bisa jam 6 pagi sudah ada di terminal Ndao bang, soalnya biar bisa milih tempat duduk di depan, supaya bisa sambil motret sepanjang perjalanan”

Pagi di Ende
Pagi di Ende

Yess, karena petuah dari encim aka Tuteh inilah saya dan Echi rela check out dari hotel Flores ketika matahari aja masih terlelap dalam tidurnya. Dan demi mendapatkan kursi depan dari bis Damri saya harus rela bangun pagi-pagi sekali.

Hanya ada dua bis yang terparkir di tepi jalan ketika tukang ojek menurunkan saya pagi itu. Saya sedikit bingung ini terminal kok di pinggir jalan ya, Apakah saya sedang di jebak ke dalam sindikat penjualan manusia? ha ha kenapa pikiran saya jadi suka lebay seperti ini ya sekarang.

Setelah bertanya ke seorang bapak dengan seragam Damri disamping bis, barulah saya mendapatkan keterangan, ternyata terminalnya sendiri ada di samping SPBU yang ada di seberang jalan, dan dari beliau pula saya mendapatkan sebuah berita buruk, ternyata bis Damri yang biasanya melayani rute Ende-Riung hari ini tidak beroperasi karena sedang menunggu spare part ban yang sedang rusak. “Oh Tuhann derita apalagi ini” upsss kelebayan lagi ya ha ha.

“Naik bis ini saja dek, nanti dari mbay kamu nyambung pakai bemo”

Solusi yang masuk akal saya pikir. Saya hanya bisa menikmati semua yang ada di depan saya saja kali itu. Bukankah ini sebenarnya yang saya cari, esensi dari sebuah perjalanan adalah proses perjalanan nya itu sendiri.

Segelas kopi dan secangkir Pop mi saya nikmati sambil memandang laut yang ada di depan saya. Semburat cahaya dari pantulan matahari terbit sudah mulai nampak. Laut terlihat tenang sekali pagi itu. Bukit-bukit dan liukan pantai pasir hitamnya seolah bercerita dan menghibur saya dengan apa yang sedang saya alami saat ini.

Damri Ende-Riung
Damri Ende-mbay

Perjalanan ke Flores ini sejatinya tidak ada dalam list perjalanan saya kali ini. Muncul dengan sepontan saja sewaktu saya masih ada di pulau Sumba. Tapi kembali lagi, saya selalu suka dengan hal-hal yang Unpredictable seperti ini. Bertemu dengan orang-orang baru selama perjalanan, menyesapi nilai budaya dan kebiasaan mereka, belajar dari setiap perjalanan, itu adalah tujuan saya melakukan perjalanan. Karena menurut kakek ilmu ini tidak mungkin saya dapatkan di bangku sekolah sampai setrata banyak pun.

Tak selang beberapa saat setelah matahari mulai menampak kan dirinya, pak supir sudah memanggil saya untuk segera naik ke dalam bis. Tidak terlalu banyak penumpang pagi itu. Hanya ada beberapa guru dan para ibu yang hendak pergi ke pasar. Saya berkoordinasi dengan echi tentang pembagian tempat duduk. Bis Damri ini adalah bis kecil, jadi jangan membayangkan seperti bis Damri yang melayani rute ke Bandara ya sobat, sebesar Kopaja lah mungkin. Jadi bangku disamping supir hanya satu, dan saya berniat untuk duduk disana sambil memotret sepanjang perjalanan, dan Echi menyetujuinya. Perjanjian kami adalah bergantian tempat duduk nantinya supaya sama-sama merasakan duduk di samping pak supir yang sedang bekerja ha ha.

Bisa sekolah?
Bisa sekolah?

Sepanjang perjalanan saya hanya dibuat takjub denga keindahan nya. Sebelah kiri kami adalah jurang yang bawahnya laut, sementara di samping kanan adalah tebing-tebing terjal. Keluar dari Ende saya di sambut oleh riuhnya anak-anak yang hendak pergi ke sekolah. Yang menarik buat saya adalah kendaraan yang mereka gunakan. Sebuah truk pick up yang kalau di Jakarta itu adalah angkutan buat hewan ternak dan truk barang. Namun di sini dijadikan sebagai pengganti bis sekolah buat mereka. Yang membuat saya terharu adalah semangat belajar mereka.

Ketika sedang asik menikmati pemadangan di sepanjang perjalanan, tiba-tiba dari bangku belakang ada kegaduhan. Ternyata ada seorang nenek yang hendak turun di pasar yang sudah kami lewati tadi, artinya dia terlewat dari tujuan semulanya ke pasar tersebut. Tanpa pikir panjang sang supir memutar bis kembali kearah pasar mengantarkan sang nenek, dan semua penumpang di dalam bis terlihat asik-asik aja, artinya rasa tenggang rasa dan saling membantu di daerah ini masih di pelihara dengan baik. Saya mendapatkan pelajaran berharga lagi dari perjalanan kali ini.

Mereka terlihat asik bersendau gurau di atas truk, ada yang terlihat sedang membicarakan sesuatu, dan ada pula seorang perayu yang sedang melancarkan jurusnya untuk menakluk kan sang pujaan hati #eaaa. Mereka terlihat gembira ketika saya mengarahkan kamera poket  untuk memotret mereka. Kebetulan posisi bis berada tepat di belakang truk ini.

Perbaikan jalan
Perbaikan jalan

Perjalanan menuju mbay kali ini memang benar-benar penuh tantangan. Selain jalanan yang rusak parah juga kondisi medan jalan yang meliuk-liuk. Namun berita baiknya adalah sedang ada proses perbaikan jalan di beberapa titik. Syukurlah, semoga dengan bagus nya jalan akan memperbaiki perekonomian di daerah ini, Caelahhhh ngomongnya perekonomian ha ha.

Selamat Datang di Mbay

Menjumpai simpang tiga besar bis berbelok ke kanan, jika lurus kita akan sampai ke Bajawa, namun jika belok kiri akan mengarah ke Mbay.

Memasuki Mbay
Memasuki Mbay

Sebelum memasuki kota Mbay mata kita akan dimanjakan oleh pemandangan yang luar biasa. Bukit-bukit hijau dan padang rumpung menghampar dengan begitu indahnya, bak permadani persia yang sangat indah. Sebuah lukisan alam yang tidak akan pernah di pungkiri oleh siapapun yang melihatnya. Saya hanya sibuk menjepretkan kamera poket saya. kebetulan si Keni (sebutan buat canon dslr saya) saya tidurkan di ranjang empuk bernama Lowepro. Ya sudahlah gak ada si Keni adiknya pun jadi he he. Melihat pemadangan seperti itu saya hanya bisa berucap syukur kepada Allah SWT sudah diberi kesempatan untuk melihat ini semua.

Pemberhentian terakhir bis ini adalah di terminal Mbay. Setelah mengucapkan terima kasih ke bapak sopir saya bergegas turun sampil mengambil tas carrier saya di bagasi bis. Duduk sejenak di ruang tunggu penumpang terminal ini. Di belakang terminal ini adalah pasar tradisional. Setelah bertanya ke bapak yang berseragam dinas perhubungan saya mendapatkan informasi tentang bemo yang melayani rute Mbay-Riung.

si Satria
si Satria

“SATRIA” namanya. uniknya bemo disini dikasih nama. Pernah di tanyain seseoang yang duduk di samping saya.

“naik Satria ya pak” pertanyaan yang membuat saya bingung.

Ternyata oh ternyata Satria adalah nama dari bemo yang akan saya tumpangi ke Riung nantinya. Supirnya terlihat ramah dan lucu sekali orangnya. setelah memasukkan barang bawaan ke dalam bemo saya berpamitan kepada pak supir untuk makan siang dulu di warung Padang yang ada di seberang terminal.  Hampir semua warung Padang di Flores sama ternyata masakannya. Sedikit berbeda dengan keberadaaanya di kampung asalnya sana. Tapi ya lumayan lah untuk mengganjal perut yang dari pagi hanya di isi sebuah pop mi.

Pengen naik ke atas spt itu gak boleh pak supir
Pengen naik ke atas spt itu gak boleh pak supir
Kendaraan umum di FLores
Kendaraan umum di FLores

Belum juga kelar makannya si “satria” sudah menghampiri saya di warung padang tersebut. Secepat kilat saya menghabis kan makanan yang ada di meja, dan bergegas membayarnya lalu naik ke dalam bemo. Dan yang membuat saya jengkel adalah, ternyata setelah menjemput saya di rumah makan si “satria” masih ngider berkeliling mencari penumpang dan mengambil beberapa titipan dari toko-toko yang ada di Riung. Tapi asli sang supir sungguh bersahabat dan lucu sekali orangnya. Sepanjang perjalanan beliau selalu meracau bercerita tentang daerahnya. Dulu dia pernah jadi supir di Surabaya dan Ende, namun panggilan kampung mengaharuskan dia kembali ke Riung supaya dekat dengan keluarga.

Keluar dari Mbay si “satria” disambut dengan jalanan yang rusak parah sekali. Lubang-lubang besar menganga siap menerkam mangsanya. Lapisan aspal yang dulu bagus sudah tidak terlihat sama sekali. Kalau hujan tentu akan sulit sekali melalui jalanan ini. Hampir 10km jalanan seperti itu harus kami lalui. Para mama di belakang masih terlihat asik-asik aja, bahkan diantaranya malah ada yang bernyanyi dengan riangnya. Sungguh lugu sekali masyarakat disini. Mereka menikmati semua yang ada di depannya. Walaupun jalanan rusak separah itu mereka masih bisa berdendang dengan asiknya.

Berhenti poto-poto
Berhenti poto-poto

Untunglah 10km segera berlalu, yang ada sekarang adalah jalanan mulus lebar dan sepi. Di kanan kiri terlihat bukit-bukit yang hijau yang indah sekali. Namun panas  yang menyengat begitu terasa sekali. Sampai di suatu tempat si “satria” malah berhenti dan mematikan mesinnya. Sang supir yang baik hati yang lucu itu menyuruh saya turun untuk memotret sebuah bukit indah di depan saya.

“Itu gunung Robert namanya bang” saya hanya bisa mengangguk sambil buru-buru menjepretkan kamera poket saya. Sebenarnya lama juga tidak apa-apa, para mama di belakang juga masih terlihat asik – asik saja. Yang membuat saya bergegas adalah panas nya. Panasnya begitu menyengat sekali.

Gunung Robert
Gunung Robert

Gunung Robert ini adalah sebuah gunung kecil yang sangat indah. Bentuknya unik serta di selimuti oleh rumput hijau yang membuat gunung ini begitu segar kelihatannya. Bahkan dari keterangan sang supir ada Salib di puncak gunung itu, namun saya tidak melihatnya.

Selepas melewati gunung Robert saya tepar dengan manisnya di samping pak supir. Seolah baru saja terlelap sudah ada yang membangunkan saya, dan si Satria sudah hampir berhenti. Namun saya sudah terlanjur mengantuk sekali, dan jika di bangunkan mendadak seperti itu kepala makin puyeng. Namun akhirnya saya menyesal karena saya di bangunkan ketika si “satria” sampai pada sebuah tempat yang dari tempat itu kita bisa mamadang ke tujuh belas pulau yang ada di taman wisata laut Riung 17 pulau, ya sudahlah.

Riung 17 pulau, Sebuah Taman Wisata Laut yang indah dan damai.

Sampai di Riung, si “Satria” mengantarkan saya sampai ke Nirvana bungalow. Hanya ada beberapa penginapan di kawasan Riung ini. Salah satu yang menjadi favorite bule jika mengunjungi Riung adalah Nirvana Bungalow ini. Di kelola oleh seorang anak muda yang asik. Bang Rustam namanya. Rambut gondrong nya menjadi ciri khas dari pemuda asli Flores ini. Bangunan dari penginapan idola para bule ini sederhana sekali, hanya berdinding anyaman bambu. Tidak ada fasilitas mewah apapun di dalam kamar. hanya sebuah tempat tidur dengan sebuah kelambu menutupinya. Kamar mandi berada di dalam kamar. Semuanya terlihat menyatu dengan alam dan BERSIH sekali. semua tertata dengan rapi. Salut buat Nirvana Bungalow.

Ketika saya sampai Beliau sedang mengantarkan tamu bule nya menjelajah keindahan dari Taman Wisata Laut Riung 17 pulau ini. Namun dia sudah mencarikan kapal pengganti untuk saya. Karena siang itu saya akan langsung turun ke laut mengeksplore keindahan disana.

Setelah meneguk sedangkir kopi Flores yang menjadi Welcome Drink di bungalow ini saya bergegas mempersiapkan segala sesuatunya untuk turun ke laut. Echi diantar terlebih dahulu menuju dermaga, sedangkan saya menjadi orang kedua yang diantarkan oleh pengurus Bungalow.

Island hopping di Riung
Island hopping di Riung

Di Dermaga sudah menunggu seorang nahkoda kapal. Pak Bedurahing namanya. Namun di kartu nama yang beliau kasih ke saya tertulis ” Captain Bedurahing and his boat DUA PUTRI”. Ya kali ini saya akan diantarkan berkeliling pulau oleh captain Bedurahing dengan boatnya yang diberi nama DUAPUTRI.

“Kemana dulu neh pak?”

Heading to Sarang kalong
Heading to Sarang kalong

Pertanyaan saya yang  membuat pak Bedu akhirnya bercerita. Dia menyarankan kepada kami untuk mengunjungi pulau Kalong terlebih dahulu, baru snorkling di pulau tiga dan mampir ke pulau Rutong untuk berfoto-foto. Biasanya memang jalur trip nya seperti itu.

Dalam perjalanan menuju pulau Kalong saya dibuat berdecak kagum dengan keindahan yang terbentang di hadapan saya. Hamparan laut dengan air nya yang jernih, dementara di kejauhan bukit-bukit indah semakin melengkapi lukisan alam yang maha sempurna ini.

Pulau Kalong
Pulau Kalong

Sampai di pulau kalong saya kembali di suguhi sebuah fenomena yang luar biasa. Ribuan “batman” itu asik bergelantungan di ujung-ujung pohon bakau. Beberapa juga terlihat asik beterbangan. Lho bukannya Kalong adalah hewan yang berkatifitas di malam hari, kenapa disini siang hari juga mereka terlihat asik beterbangan kesana-kemari. Ada hal lucu ternyata jika saya ingat kejadian itu, Echi yang menjadi travelmate saya kali ini sibuk memotret dengan menggunakan handphone miliknya.

Ternyata dia lupa membawa kamera DSLR nya kali ini ha ha. Kamera nya masih tertinggal di dalam penginapan ketika perahu sudah melaju di lautan Riung.

banyak juga kalongnya
banyak juga kalongnya
Berterbangan
Berterbangan
Pulau kalong
Pulau kalong

Puas melihat fenomena tentang Kalong ini saya kembali diajak meneruskan perjalanan. Kali ini laju perahu mengarah ke pulau Tiga. Pulau Tiga adalah spot terbaik untuk bersnorkling. Namun kedatangan saya kali ini bukanlah waktu yang tepat untuk menikmati indahnya bawah laut Riung.

Arus sudah mulai terjadi disaat sore hari, hal ini yang membuat jarak pandang di dalam air sedikit berkurang. Saya hanya bisa menikmati sedikit dari keindahan di pulau Tiga ini. Pulau nya sendiri sangat manarik untuk di eksplore, namun kembali saya harus dikejar oleh cuaca. Di Daratan Riung terlihat sedang terjadi hujan yang begitu lebatnya, karena mendung yang menggelayut diatasnya terlihat hitam sekali.

Pulau Rutong
Pulau Rutong

Tak mau menunggu lama perahu pun kembali melanjutkan perjalanannya menuju pulau Rutong. Begitu turun dari perahu saya langsung berjalan kesana-kemari untuk mengambil angle yang pas untuk memotret. Hampir semua angle yang ada di pulau ini indah untuk di ekplore.

Pantainya yang landai dengan pasir putih dan air lautnya yang bening merupakan pesona tersendiri bagi para penyuka pantai seperti saya Pulau nya sendiri tidak terlalu besar. Namun jernih nya air laut serta pasir putihnya membuat siapapun betah menikmati keindahan dari pantai ini. Beberapa Gazebo yang terletak di pinggir pantai terlihat sudah rusak dan tidak terawat.

Pulau Rutong
Pulau Rutong

Namun atap-atap nya yang terbuat dari daun-daunan alami masih bisa untuk berteduh dari panas nya Riung saat itu. Saya tertarik untuk duduk di gazebo ini sambil menikmati keindahan yang terhampar di depan indera penglihatan saya. Semua terlihat begitu indah. Bukit kecil yang ada di belakang saya juga seolah memanggil untuk di daki, namun cuaca terik siang itu membuat saya mengurungkan niat untuk menyalurkan hasrat mendaki bukit di pulau Rutong ini. Sepertinya lokasi ini juga area yang tepat untuk berenang dan bermain air, karena tempatnya yang sepi dan cukup landai.

bening nya Rutong
bening nya Rutong
Mampir gak yaaaa?
Mampir gak yaaaa?

Sore mulai menjelang, dan di daratan Riung terlihat awan hitam menggumpal. Terlihat hujan sudah mulai turun di sana. Kami bergegas manaiki perahu dan kembali kedaratan. Pulau Rutong mulai samar-samar terlihat, kembali saya mengarungi laut Riung yang berair jernih ini. Gradasi dari hijau toska ke biru gelap terlihat sekali di perairan ini.

Perahu tetap malaju dengan deru mesin yang seolah berteriak-teriak karena lelah. Namun pak Bedurahing tetap memacu perahunya supaya cepat sampai di dermaga Riung. Niatan saya adalah menikmati sunset di Riung, tapi mendung menutupi indahnya sunset sore itu.

Menjejak kan kaki kembali di dermaga membuat saya seolah tidak percaya. Taman wisata laut ini begitu indah. Namun sayangnya belum di kelola secara maksimal. Namanya saja taman wisata laut, tapi penyedia jasa operator selam belum terlihat di kawasan ini. yang tersedia hanya penyewaan alat snorkling saja.

underwater pulau tiga
underwater pulau tiga
pulau tiga
pulau tiga

Menurut pak Bedu mereka kalau mau diving biasanya pada bawa kapal sendiri dari Bali mas, jadi setelah dive mereka akan kembali lagi ke Bali. Tentu hal ini akan lain bila di kelola dengan baik oleh pemerintah setempat. Sarana transportasi menuju ke lokasi ini juga sangat terbatas, belum lagi kerusakan jalan yang ada membuat orang enggan untuk berkunjung ke Taman laut yang indah ini.

“Bang bis ini besok ke Bajawa kah?”

Tanya saya kepada seorang supir bis yang sore itu hendak memutar bis nya di area dermaga.

“Iya, kalian nginap dimana?”

Pertanyaan balasan yang dia lontarkan kepada saya.

“Nirvana bang, tempat bang Rustam” jawab saya.

“Ok, besok pagi jam 06:30 saya jemput di Nirvana ya” sambil membalas pertanyaan saya, dia sudah kembali memacu bis nya dengan kencang meninggalkan kami. Sore itu ada sekelompok anak kecil sedang asik bermain di bawah pohon kersen (semacam Cherry lokal).

Keluar dari dermaga kita akan disambut oleh deretan rumah-rumah panggung khas suku bugis. Para penghuni rumah terlihat sedang asik melakukan aktifitas nya masing-masing. Terbersit keinginan saya untuk menginap di salah satu rumah tersebut sambil melihat dengan dekat aktifitas keseharian mereka. Tentu akan melahirkan sebuah pengalaman yang luar biasa sekali.

Rumah-rumah panggung di Riung
Rumah-rumah panggung di Riung

Melewati jalanan sepi kampung dengan pohon kelapa yang berjajar rapi menimbulkan sensasi tersendiri bagi saya. Ditambah lagi wangi tanah kering yang baru saja di guyur hujan mengeluarkan aroma tersendiri yang lebih harum dari parfum jenis apapun, ini lah aroma alam yang tidak akan bisa di tandingi dengan pasfum kelas atas sekalipun.

Jalanan asik di Riung
Jalanan asik di Riung

Saking asiknya menikmati keindahan yang tercipta saya sampai lupa jalan pulang ke bungalow. Terlihat di depan saya seorang bapak-bapak yang sedang membereskan depan rumah nya. Dari beliau lah saya tau jalan pulang ke penginapan. Sebenarnya tidaklah susah untuk menemukan Nirvana Bungalow. Namun karena malas membuang energi percuma dengan tersesat di saat badan sudah letih dan lapar seperti ini, saya harus secepatnya sampai di penginapan.

Malam di Riung

Malam Menjelang, bang Rustam selaku pemilik bungalow Nirvana yang asik ini menawarkan kepada kami untuk makan di warung makan Murah Meriah.

Pikiran saya itu adalah sebuah warung dengan harga yang murah dan terjangkau, tetapi setelah berada di dalam warung saya baru tahu kalau nama Resto rumahan ini adalah “Murah Meriah”. Semangkuk sup ikan terlihat lezat sekali terhidang di depan saya. Tak kuasa rasanya perut ini bertahan lama-lama didalam sebuah gempuran aroma dahsyat dari sup ikan segar itu.

Tidak tahu berapa piring dan berapa mangkuk yang masuk kedalam perut saya malam itu, yang jelas saya kenyang sekali ha ha. Dan dahsyat nya lagi sobat, itu semua makanan GRATIS di traktir oleh kang Rustam yang baik hati dan murah senyum itu ha ha. Terima kasih banyak kang, you know hal terindah bagi seorang pejalan seperti saya adalah dapet gratisan ha ha.

Setelah sampai di penginapan saya mencoba mencari informasi tentang Labuhan Bajo dan pulau Komodo. Karena trip flores ini dadakan jadi saya tidak mempersiapkan informasi apapun tentang destinasi-destinasi yang akan saya kunjungi. Tiba-tiba terlintas dalam fikiran saya tentang casing underwater kamera saya. Damn…dimana ya tuh barang berada? semua tas dan seisi kamar sudah saya bongkar dan saya tidak menemukannya. Saya masih terngiang tentang kejadian tadi sore. Disaat saya bertanya kepada supir bis yang akan ke Bajawa saya kalau tidak salah meletakkan nya di bawah pohon kersen. Selepas itu saya tidak ingat lagi tentang barang itu, apakah sudah saya bawa pulang ke penginapan atau masih disana.

Saya berusaha membangunkan bang Rustam untuk menemani saya mencari casing kamera saya di dekat dermaga. Keponakan beliau mengantarkan saya ke lokasi dermaga. Setelah mencari ke titik awal saya meletakkan barang tersebut ternyata tidak ada. Saya sudah putus asa, bayangan keindahan bawah laut pulau Komodo tentu tidak akan bisa saya rekam ke dalam memori kamera saya tanpa casing tersebut. Saya tak habis pikir, mencoba menelepon bapak Bedurahing di tengah malam untuk menanyakan perihal barang tersebut, kali aja tertinggal di kapal nya ketika saya terlupa. Alhamdulillah jawaban dari istrinya menentramkan diri saya.

“ini tadi di bawa bapak jam sebelas mas, pas dia pulang dari melaut, kata bapak melihat barang itu di bawah pohon kersen dan dibawa kerumah. ini mau diantar ke penginapan tidak ada kendaraan”

Yes terima kasih Tuhan. Setelah hampir tertinggal di dalam Bemo dari Mbay dan hampir hilang di Riung ternyata si casing masih memilih saya untuk menjadi teman berpetualang mengabadikan keindahan bawah laut Indonesia. Setelah berpamitan dan berterima kasih kepada beliau saya kembali ke penginapan dengan tak habis-habisnya mengucap syukur. Ternyata masyarakat disini masih memegang teguh kejujuran, suatu hal yang jarang saya dapatkan di kota besar.

Mari tidurrrr
Mari tidurrrr

Dan tidak memerlukan waktu lama lagi akhirnya saya terlelap di dalam Nirvana Bungalow yang nyaman serta dalam pelukan Riung yang damai.

Penganut Pesan Kakek "Jadilah pejalan dan belajarlah dari perjalanan itu". Suka Jalan-jalan, Makan-makan, Poto-poto dan Buat Video. Cek cerita perjalanan saya di Instagram dan Youtube @lostpacker

Related Posts