Riung – LabuanBajo, My Bus My Adventure

11

Pagi kembali hadir. Riung masih terlelap dengan mimpi indahnya tentang taman wisata laut 17 pulaunya, sementara kabut masih berusaha merayu nyiur kelapa untuk menari bersama. Menikmati pagi di Riung benar-benar membuat saya enggan untuk meninggal kan daerah ini.

Namun keheningan itu berubah jadi riuh. Suara klakson mobil bersahut-sahutan. Saya tidak tau apa makna dari semua ini. Namun celetukan yang keluar dari mulut echi selaku travelmate saya kali itu membuat saya tersadar.

” itu bis Gemini yang janji jemput kita kali lang ?” kalimat yang keluar dari mulut echi

“ah gak mungkin, kan kmaren supirnya janji mo jemput kita jam 6:30, sementara sekarang aja belum ada jam 6:00” saya berkilah

Namun lengkingan klakson mobil itu semakin menggila di tengah keheningan Riung. Setelah echi keluar menuju gerbang untuk memastikan bahwa itu bis Gemini atau bukan, ternyata benar kawan, itu adalah bis yang kemarin berjanji akan menjemput kami pukul 06:30.

Melirik ke lantai kamar saya sedikit menyesal, kenapa semua barang bawaan ini tidak saya bereskan tadi malam ketika hendak tidur. Semua barang yang ada di carrier biru saya masih asik bercengkrama di lantai kamar, itu artinya saya harus bergegas untuk memasukkannya kembali ke dalam cariier.

Setelah meminta ijin kepada pak supir untuk berkemas sebentar akhirnya dalam waktu 5 menit saya selesai berkemas dan siap berangkat. Edan memang kalau di ingat kembali. Barang sebanyak itu masuk ke dalam carrier dalam waktu sekejap, dan saya bangga inilah packing tercepat yang pernah saya alami selama ini, tapi jangan ditanya rapi tidaknya ya, semua masuk kedalam tas dan saya injak-injak untuk memampatkan nya di dalam tas ha ha.

Sedikit protes ke pak supir kenapa tidak sesuai janjinya kemarin menjemput saya pukul 06:30, namun ternyata saya adalah penumpang terjauh mereka, makanya mereka menjemput saya terlebih dahulu baru sekalian jalan ke arah Bajawa.

Pagi ini saya akan menepuh perjalanan dari Riung menuju Bajawa. Menurut keterangan beberapa sahabat yang saya tanya, Riung-Bajawa biasa di tempuh dengan waktu sekitar 3jam perjalanan. Dan satu-satunya transportasi dari Riung ke Bajawa adalah bis Gemini yang saat ini saya tumpangi. Keterangan yang saya dapat bis ini hanya berangkat sekali dalam sehari di pagi hari, namun belakangan saya mendapatkan berita bahwa bis berangkat ke Bajawa dua kali dalam sehari, namun saya belum mengecek apakah berita itu valid atau tidak.

Ada Fenomena lucu ketika bis mulai merangkak meninggalkan Riung. Banyak sekali warga berdiri di pinggir jalan dan menyetop bis. Bis berhenti namun penumpang tidak naik ke dalam bis, mereka hanya menyerahkan sebuah amplop yang berisi sejumlah uang. Beragam tujuan mereka, ada yang nitip buat anggota keluarganya yang ada di Bajawa, ada yang menitip di belikan sesuatu dari Bajawa, bahkan ada yang menitip uangnya untuk di setorkan ke sebuah bank, sebuah hal unik yang belum pernah saya jumpai di lokasi lain.

Setelah transaksi titipan selesai bis kembali melaju membelah hutan dan perbukitan. Jalanan terlihat rusak parah, bahkan karena rusaknya selama 3 jam perjalanan saya hanya beberapa kali berpapasan dengan mobil yang berlawanan arah. Bis melaju dengan kecepatan sedang. Saya duduk tepat di belakang pak supir, namun ada yang menarik perhatian saya. Sebuah parang khas Flores tergantung dengan manis nya di belakang jok supir. Ingin sekali rasanya saya bertanya kepadanya tentang parang tersebut. Nah rasa penasaran saya terobati ketika ada kesempatan menanyakannya kepada beliau.

“untuk jaga-jaga aja bang ” kata-kata yang terlontar dari mulutnya yang juga sedang mengepulkan asap rokok.

Perjalanan 3 jam ini terasa begitu lama, mungkin karena faktor jalanan yang rusak, atau mungkin saja saya sedikit mual karena perut masih dalam keadaan kosong sudah di kocok dengan kondisi jalan yang aduhai sekali. Echi yang berada di bangku seberang saya terlihat tidur dalam lelapnya berjejeran dengan seorang ibu-ibu. Saya mencoba menikmati indahnya pemandangan di luar jendela yang teramat indah untuk di lewatkan, Namun tiba-tiba ada sebuah pesan BBM di ponsel saya.

“Hadeuh lang, ampun dijee bau disini “. dan saya lihat ternyata pesan itu sudah dikirim satu jam yang lalu, namun baru sampai ke saya ketika dia sudah lelap dalam tidurnya ha ha. Memang sinyal ponsel selama perjalanan ini lumayan parah.

Tiga jam sudah berlalu, tanda-tanda sampai di Bajawa juga sudah terlihat. Sudah banyak terlihat rumah-rumah penduduk dan beberapa gedung perkantoran. Saya lega setidaknya perjalanan panjang yang melelahkan ini sudah berakhir. Namun sebelum keluar dari bis saya sempat bertanya kembali ke pada pak supir.

“Kalau mau ke Labuan bajo atau Ruteng naik apa ya dari sini ? ” Tanya saya.

“Kalian naik ojek aja ke simpang tiga Watuaji, dari sana ada bis yang ke Ruteng, nah dari Ruteng baru nyambung bis lagi ke Labuan Bajo” Jawaban yang diplomatis dari pak supir.

Simpang tiga Watuaji, Bajawa
Simpang tiga Watuaji, Bajawa

Keluar bis saya langsung di sambut oleh beberapa tukang ojek yang mangkal di terminal Bajawa ini. Setelah mengutarakan niat akhirnya mereka mengantarkan saya ke pertigaan Watuaji. Tidak jauh ternyata hanya sekitar 10 menit perjalanan. Setelah membayar ongkos ojek, kembali tas saya di tarik-tarik oleh beberapa kenek bis. Mereka menawarkan saya untuk menaiki armadanya. Namun saya menolaknya karena saya belum pasti mau kemana dulu ini. Rencana awal adalah saya akan stay satu malam di Bajawa untuk mengeksplore indahnya daerah pegunungan ini, Namun ada rencana kedua, jika ada bis langsung ke Labuan Bajo maka rencana pertama akan saya batalkan.

” Kalau mau ke Labuan Bajo dari sini ada bisnya tidak bang ” pertanyaan saya kepada salah satu orang di sana yang terlihat juga sedang menunggu kedatangan bis

” Jarang mas kalau ke Labuan bajo. Paling mas ke Ruteng dulu baru nyambung ke Labuan bajo ” jawab pemuda yeng ternyata bernama samuel yang juga seorang Polisi di Ruteng. Kebetulan dia juga hendak pulang ke Ruteng setelah menyelesaikan urusannya di Bajawa ini, itu artinya saya akan satu bis dengan dia, asik teman baru  lagi pikir saya.

Makan dulu aja lahh :)
Makan dulu aja lahh 🙂

Namun sebuah rumah makan lebih menarik perhatian saya ketika sampai di Watuaji. Rumah Makan Betania namanya. Menu-menunya sederhana saja, hanya ayam kampung goreng dan sayur. Namun dalam keadaan lapar seperti itu saya dibuat kalap. Nasi dua piring mampir dengan santainya kedalam perut saya. Belum juga selesai melahap makanan ini saya sudah di panggil-panggil untuk naik kedalam bis, rupanya bis akan segera berangkat.

Tidak banyak penumpang siang itu. hanya ada beberapa saja termasuk saya dan Echi. Echi terlibat dalam obrolan yang seru dengan sahabat barunya pemuda Flores yang pernah merantau ke Tanjung Priuk yang merupakan daerah kekuasaan nya dia ha ha.

Perjalanan menuju Labuan bajo
Perjalanan menuju Labuan bajo

Diperjalanan Samuel menawakan sebotol SOPI kepada saya. Minuman keras murah meriah khas Indonesia timur ini ternyata laris manis juga di daratan Flores. Saya sedikit trauma dengan SOPI. Mungkin karena pernah dibuat mabuk berat ketika berliter-liter sopi mampir di perut saya dalam sebuah acara Baronggeng di Ternate dulu. Namun menurut keterangan sang kenen bis yang juga sedang meminum sopi, ternyata ada beberapa kelas dalam dunia per-sopi an. Ada tingkatan kelas kadar alkohol disana, nah lo penasaran kan akhirnya saya untuk mencobanya. Namun akal sehat saya berbisik

” jangan sekarang lang, kan baru aja kumat tuh penyakit lambung mu sebelum berangkat kemaren “, dan alhamdulillah saya tidak tergoda lagi dengan sopi, mungkin tidak saat ini, lain kali…hmmmm.

Bis kembali melaju di jalanan sempit dan berkelok itu. lebih parahnya lagi ketika hendak sampai di Aimere. Jalanan kecil dengan kelokan yang super dahsyat. Namun pemandangan di luar jendela ternyata mampu mengusir mual saya ketika bis seolah sedang menari diatas kelokan-kelokan tajam dan sempitnya jalan. Obrolan seru dengan beberapa penumpang di dalam bis juga membuat perjalanan ini semakin seru.

Tiba di Aimere sudah saatnya waktu makan siang. Namun ternyata kami masih kenyang karena sebelaum berangkat sudah terisi dengan dua piring nasi dan ayam kampung goreng yang lezat di Watuaji. Sekedar turun dan melemaskan persendian, setidaknya itulah aktifitas saya di waktu istirahat bis siang itu. Namun saya di kagetkan dengan sebuah pesan BBM yang masuk.

” Lang itu rambutannya kelihatan enak ya “,  Echi yang enggan turun dari bis karena melihat panas yang begitu terik siang itu hanya  bisa mengirimkan sebuah pesan kepada saya. Saya menghampiri seorang mama yang terlihat sedang asik bergurau dengan sesama teman penjualnya.

” Mama, rambutan ini berapa kah ?”

” Lima ribu saja adek “. sang mama menjawab sambil menyebutkan sejumlah nominal rupiah. Sedikit kaget memang, rambutan hanya 6 biji dihargai segitu. Tapi mungkin rambutan ini tumbuhnya diatas gunung yang membutuhkan pengorbanan untuk memetiknya, hibur saya dalam hati.

Namun setelah saya menyerahkan rambutan ke Echi yang sebelumnya sudah saya comot dua biji. Kecutttt rasa rambutannya. setidaknya sudah menghilangkan kantuk yang dari tadi menggelayut di mata.

Bis kembali melanjutkan perjalanan menuju Ruteng. Jalanan sudah bagus dan tidak terlalu diwarnai dengan kelokan berbahaya. Hujan turun ketika saya sedang menikmati indah nya taman wisata alam Ruteng, sang kenek terlihat sibuk menurunkan tas saya dari atap bis. Sementara di luar jendela terlihat kabut diantara pepohonan yang cukup lebat. Rintik hujan masih mengiringi perjalanan kali ini.

” Nanti kita akan melewati danau mas, di sebelah kanan, namun sudah di tutupi pagar tembok, soalnya ketika masih terlihat banyak sekali pengendara yang berhenti sembarangan dipinggir jalan untuk melihat danau ” Samuel berseloroh dari bangkunya yang terletak di samping supir.

Dan benar ketika melewati tempat yang dimaksud, saya hanya bisa melihat tembok besar yang menutupi keindahan danau Ranamese. Danau ini terletak di ketinggian 1200 dpl. Karen berada di dataran tinggi, cuaca di sekitar danau tentunya sejuk sekali. Seperti siang itu, terlihat dari kejauhan beberapa bagian danau tertutup oleh kabut, sementara hujan juga masih tetap setia mengiringi perjalanan kali ini.

Sebelum tiba di Ruteng samuel maupun kenek bis manawarkan kepada saya tentang moda transportasi dari Ruteng menuju ke Labuan Bajo. Menurut keterangan beberapa sahabat yang sudah pernah melewati jalur ini bis juga hanya sekali berangkat. Namun jasa travel ada beberapa kali tergantung jumlah penumpang. Jika tidak mau mencarter travel maka saya harus mergelut dengan waktu untuk bisa mengikuti jadwal bis yang mengarah ke Labuan Bajo. Baik Samuel maupun sang kenek ternyata punya kenalan supir bis yang sama. Pak Frans namanya, tiap hari beliau membawa penumpang dari Labuan bajo menuju Ruteng.

my Bus my Adventure
my Bus my Adventure

Bagitu sampai di Ruteng seharusnya bis balik ke Labuan Bajo lagi keesokan paginya. Namun karena keluarga nya berada di Labuan Bajo maka mau tidak mau pak Frans harus kembali pulang ke Labuan Bajo. Biasanya dia hanya mengangkut beberapa bahan bangunan maupun barang-barang lain seperti sore itu. Soalnya kalau penumpang yang pergi ke Labuan bajo siang hari jarang sekali.

Pak Frans sudah menunggu saya di pinggir jalan ketika bis yang saya tumpangi memasuki kota Bajawa. Saya turun dari bis sambil mengucap pamit dan terima kasih kepada semua yang ada di dalam bis. Mereka sudah membuat perjalanan ini penuh dengan makna dan akan indah untuk di ceritakan kembali kelak dikemudian hari.

” Titip mereka sampai ke Bajo ya om ” Samuel terdengar sedikit berteriak dari dalam bis kepada pak Frans.

Pak Frans dengan cekatan membantu saya menaikkan tas Carrier biru saya kedalam mobil. Rupanya beliau tidak sendiri. Ada seorang anak buahnya yang membantunya menyetir. Beliau hanya duduk manis di bangku belakang karena bangku depan sudah kami duduki ha ha.

SUnset dari perjalanan
SUnset dari perjalanan

Jalanan kembali memasuki kelokan-kelokan yang maha sempurna. Namun bis melaju dengan sigap diantara kelokan-kelokan tajam seperti ini, entah sudah berapa punggung bukit yang saya lewati, namun bis masih melaju dengan sigapnya. Setelah satu jam perjalanan tiba-tiba bis berhenti dan sang supir turun, ternyata dia membantu pak Frans hanya sampai disini. Pak Frans mengambil alih kemudi. Kami bertiga duduk di bangku depan sambil membicarakan segala hal. Langit di depan kami terlihat begitu dahsyat. Semburat merahnya seolah membakar bumi.

Di tengah kegelapan malam di tengah hutan pak Frans menghentikan laju bis. Ternyata ban belakang sebelah kiri bis bocor. Wawwww ditengah gelapnya hutan ini hanya ada kami bertiga. Tidak ada mobil satupun yang lewat. Sepi dan sunyi saya rasakan saat itu. Pak Frans berusaha menyalakan senter mini dari ponsel nya.

Ganti ban brayyyy di tengah hutan
Ganti ban brayyyy di tengah hutan

Namun beliau terlihat kesulitan sekali dengan cahaya sekecil itu untuk mencari letak dongkrak dan mengepaskannya di roda belakang. Untungnya saya selalu siap dengan Headlamp di tas yang mudah dijangkau. Dengan bantuan headlamp kami berdua berhasil menganti ban dalam waktu singkat. Pak Frans terlihat sudah cekatan sekali dalam penggantian ban. Mungkin karena sudah terbiasa kerja di bengkel miliknya yang ada di Labuan bajo. Tapat pukul 08:30 saya sampai di hotel Mutiara di Labuan Bajo.

Chandra sudah menunggu di cafetaria hotel Mutiara bersama teman bule nya. Chandra adalah sabahat baru kami. Seorang sahabat echi menperkanalkan chandra kepada kami, jadi diantara kami berdua belum ada yang pernah ketemu chandra sebelumnya. Dan malam itu adalah pertemuan kami berdua dengan chandra untuk pertama kalinya. Kesan pertama adalah anaknya seru dan gokil. Dan ternyata benar, setelah kami terlibat dalam sebuah obrolan ternyata memang seru dan gokil. Hal pertama yang harus saya kami lakukan adalah mencari kapal untuk eksplore pulau Komodo esok hari.

Chandra membantu kami mencarikan kapal yang bisa di sewa. Sebenarnya kalau kami datang masih siang hari bisa mencari teman untuk sharing cost biaya sewa kapal. Namun ini jam 9:00 malam kami baru mencari kapal, sudah barang tentu akan sulit untuk mencari teman sharing cost. Untungnya Chandra membawa kabar baik tentang harga sewa kapal. Terjangkau dikantong kami berdua dan masih dibawah harga pasaran sewa kapal yang ada di Labuan Bajo. Urusan kapal beres, sekarang difikirkan adalah logistik untuk besok.

Belanja  barang seadanya di warung dekat hotel adalah kegiatan kami malam itu. Rasa  lelah rasanya belum hilang, namun rasa penasaran akan keindahan pulau Komodo membuahkan semangat dalam diri untuk menyambanginya esok hari. Setelah semuanya beres saya merebahkan tubuh penat ini dikasur busa hotel murah meriah ini, dan tak perlu waktu lama saya sudah bermimpi sedang bermain petak umpet dengan sang komodo dragon yang ada di pulau Komodo, sungguh perjalanan seharian di dalam bis yang mengesankan.

Penganut Pesan Kakek "Jadilah pejalan dan belajarlah dari perjalanan itu". Suka Jalan-jalan, Makan-makan, Poto-poto dan Buat Video. Cek cerita perjalanan saya di Instagram dan Youtube @lostpacker

Related Posts

Leave a Reply