PAPUA – Awal Sebuah Perjalanan Kembara Ke Timur

11

Dikejauhan saya melihat rimbunnya hutan tanah Papua yang begitu misterius. Perlahan -lahan roda pesawat yang saya tumpangi dari ibukota menuju Tanah Papua mulai turun dari ketinggian, dan siap melakukan pendaratan di landasan pacu bandara Domine Eduard Osok (DEO), kota Sorong. Kaki saya juga rasanya sudah tidak sabar untuk menapaki kambali Tanah Papua yang tidak akan pernah membuat saya bosan untuk menyapanya.

Suasana Bandara terlihat sibuk. Saya ikut antrian untuk mengambil Bacpack biru yang harus di titipkan di bagasi pesawat karena volumenya tidak bisa masuk kedalam cabin. Padahal saya tidak terlalu suka dengan antrian bagasi di bandara manapun.

Sambil memanggul Bacpack saya keluar bandara. Tiba-tiba ada pria berkulit gelap dengan wajah khas Papua yang sangar menepuk dan menyalami saya. “welcome to tanah Papua mas Bolang” begitu satu kalimat yang di ucapkannya ketika pertama kali melihat muka saya, Padahal kami sudah bertaman lama di jajaring sosial. Judika Andaria namanya.

Itulah sepenggal kisah awal perjalanan “KembaraKeTimur”saya kali ini. Perjalanan yang sudah saya idam-idamkan lama sekali. Perjalanan yang membuat saya semangat mengumpul sekeping dua keping rupiah dari upah menulis dan membuat video di beberapa tempat. Perjalanan yang akhirnya membuat saya menangis dan tertawa dari kisah-kisah yang saya jumpai. Perjalana yang kembali mengingatkan saya akan Soe Hok Gei yang dengan lantangnya dia beribicara tentang Nasionalisme.

Bersatu dengan alam
Bersatu dengan alam

“bagaimana mungkin kita menjadi nasionalis kalau kita tidak mengetahui keindahan Indonesia dengan mata kepala sendiri? Tak perlu menjadi merah, hijau atau biru untuk menjadi nasionalis. Cukup dengan mengenal sendiri keindahan Indonesia, niscaya kalian akan otomatis menjadi nasionalis.”

Semangat dari Gie memang sudah membakar saya untuk mengenali lebih dalam segala hal tentang negeri ini.

Perjalanan kali ini saya kembali memanggul ransel kesayangan yang sudah menemani perjalanan-perjalanan saya sebelumnya. Menjejak setiap tempat baru dengan beragam karakter warganya.

Backpacking itu sebuah kemauan. kemauan yang terkadang mengorbankan waktu kebersamaan bersama keluarga untuk berjalan menyusuri sudut demi sudut negeri ini. Padahal dalam waktu yang bersamaan banyak tawaran pesta bareng teman-teman. Kemauan yang merelakan nyamannya kasur rumah dengan tidur di tempat-tempat yang kadang jauh dari kata layak. Kemauan untuk merelakan wajah ini menjadi kusam karena debu debu jalanan, serta rambut yang kian kumal akibat air garam dan sinar matahari. Tapi yakinlah kawan, akan banyak hal yang kita dapat dengan cara seperti ini. Kita akan lebih peka dengan keadaan sekitar.

Tadinya saya mengira perjalana ini tidak akan lebih dari 20 hari, karena tabungan yang saya punya hanya bisa bertahan untuk hari-hari itu saja. Tapi saya selalu yakin bahwa Tuhan akan selalu bersama kita para pejalan. Pertolongan yang saya dapatkan bertubi-tubi datangnya. Dan hari ini, hari ke 47 perjalanan saya ini, alhamdulillah saya masih bisa makan sehari 3x, saya masih bisa merencakanan hari-hari selanjutnya untuk berjalan lebih jauh lagi mengenali Tanah Papua ini.

Mencari Cinta di Danau Love Misool
Mencari Cinta di Danau Love Misool

Tapi Sampai saat ini, ada satu pertanyaan yang bulm pernah bisa saya jawab. Apa sebenarnya yang saya cari dari perjalanan ini? sebuah pertanyaan klise yang pasti akan memunculkan jawaban yang klise pula. “Mencari pelajaran hidup” Klise bukan jawaban itu? tapi itulah perjalanan.

Alam dan perjalanan akan mangajarkan kepada kita tentang ilmu kemanusiaan tingkat tinggi. Bahkan belum pernah ada perguruan tinggi manapun, yang bisa mengajarkan ilmu kemanusiaan yang di ajarkan oleh alam dan perjalanan. Percayalah, bangku bis reyot yang membawa kita backpacking adalah bangku sekolah terbaik dengan mata pelajaran “perjalanan “yang menyenangkan.

Backpacking tidak melulu soal uang. Perjalanan ini membuktikan kepada saya bahwa dengan uang yang terbataspun saya bisa sampai hari ini. Namun saya juga tidak suka dengan koar-koar yang dengan congkaknya berkata “saya bisa keliling pulau A atau Negara B dengan uang 500ribu saja”.

Lukisan Alam
Lukisan Alam

Backpacking itu bukan soal hebat-hebatan, jago-jagoan. Bakcpaking itu adalah tentang siapa kita dalam perjalanan ini. Backpacking itu soal kemauan. Belum tentu orang dengan uang berlimpah tapi pergi ke kota sebelah saja belum pernah. Gola Gong dengan “Balada Si Roy-nya sudah mengajarkan kepada saya banyak hal tentang memaknai sebuah perjalanan. Buku itu sudah membuat jalan fikiran berubah. Bahwa mecintai negeri ini yang harus melihat dengan kepala dan mata kita sendiri. Jangan hanya dari tayangan-tayangan news feature yang tersebar di televis.

Sahabat saya Nuran pernah berceloteh dalam tulisannya “menangislah jika selama ini kamu tidak pernah mengenal dan mencintai negeri ini secara lengkap”.

 

Salam Perjalanan

Manokwari, 26 Desember 2016

Penganut Pesan Kakek "Jadilah pejalan dan belajarlah dari perjalanan itu". Suka Jalan-jalan, Makan-makan, Poto-poto dan Buat Video. Cek cerita perjalanan saya di Instagram dan Youtube @lostpacker

Related Posts