Pulau Seribu – Kami yang selalu rindu Pantai

11

Mungkin Tuhan berkehendak kami bersepuluh harus jadi satu tim dalam petualangan kali ini, baru jalan kira-kira 5 manit sang nahkoda kapal memutar haluan kapal untuk kembali lagi ke dermaga karena ada sesuatu yang tertinggal, dan satu sahabat saya yang tertinggal pun bisa kembali bergabung untuk bersama-sama menorehkan kisah petualangan bersama.

“Met kapalnya balik lagi neh, kamu ke ujung dermaga aja biar kalau kapalnya merapat kamu bisa langsung naek”

begitulah kira-kira yang saya lontarkan dalam telepon seluler saya ke salah satu sahabat saya ini, hanya telat 5 menit kapal sudah berangkat gara-gara ada penertiban dari bapak-bapak TNI AL yang galak nya gak ketulungan.

‘umi perahunya kok nggremet gini ya jalannya?”

Pertanyaan yang kulontarkan ke umi waktu itu, dan Umi menjawab dengan enteng saja “ mungkin karena kita habis naek perahu cepet kali lang, jadi perahu ini terasa lambat banget” dan bathin saya masih berkeyakinan bahwa ada yang tidak beres dengan perahu ini, dan benar di tengah laut setelah selesai di spot snorkeling pertama sang bapak pemilik perahu bilang ke kami bahwa mesin perahu rusak dan kita harus segera merapat ke pulau untuk mencari perahu pengganti, dan Tuhan masih sayang ke kami, akhirnya kami pun mandapatkan perahu pengganti yang jauh lebih kencang dari perahu pertama tadi.Kira-kira pukul 10 WIB perahu merapat di pulau kelapa , agenda selanjutnya adalah mencari warung untuk makan siang dan mencari kapal sebagai sarana petualangan kali ini, mengarungi lautan di kepulauan seribu untuk menikmati keangungan Tuhan atas pulau-pulau kecil yang indah di gugusan kepualauan seribu ini.

Sore Menjelang
Sore Menjelang

Tenda sudah berdiri, makanan pun segera di siapkan, semua berada pada tugas masing-masing, kebetulan tugas saya mendirikan tenda, setelah semuanya selesai kami pun berkumpul di dermaga untuk menikmati matahari terbenam, yang sore itu terasa indah walaupun saya pernah melihat yang lebih indah dari itu namun tarasa damai menikmatnya bersama sahabat-sahabat saya. Sang dewa malam pun segera memeluk bumi namun kami masih saling bercengkrama di dermaga, celotehan-celotehan kecil yang terkadang membuat kami semua terbahak, banyak topik ringan yang jadi bahan celotehan petang itu, hingga malam pun terasa gelap, namun ketika mata kami semua menengadah keatas, sungguh pemandangan yang indah, jika boleh meminjam istilah ayu utami dalam bilangan Fu nya, lampu-lampu Tuhan bertebaran diangkasa, malam pun semakin larut hingga kami harus kembali ke tenda

Sementara di tenda beberapa sahabat saya sudah menyiapkan menu makan malam kami, hmmm yummy banget…ikan salem bakar yang nikmat jadi menu makan malam kami waktu itu, setelah kenyang rasanya nikmat sekali menggelatak kan diri di hammock yang sudah saya gantung di antara dua batang pohon di pinggir pantai, alunan lagu-lagu sendu malam itu membuatku segera terlelap karena memang sudah 38 jam lebih mata ini tidak terpejam demi petualangan kali ini, hingga akhirnya rintik hujan turun dan saya harus bergegas pindah ke dalam tenda.

Mungkin kami datang di musim yang salah, ombak lumayan besar, hingga akhirnya kami harus mencari sebuah pulau untuk tempat kami mendirikan tenda dan bermalam, atas usul bapak yang punya kapal kami akan merapat ke dermaga pulau Bulat, menurut keterangan si bapak penjaga pulau, pulau ini dulunya tempat peristirahatan keluarga Cendana, “dulu mbak Tutut sering kesini mas” tutur si bapak penjaga pulau yang sudah mulai renta. Namun melihat kondisi pulau nya seperti sudah lama tidak terawat, dermaga nya juga sudah mulai rapuh bahkan sebagian sudah hancur di terjang ganasnya ombak yang menghempas.

Hiraukan yang di belakang saya
Hiraukan yang di belakang saya

Pagi menjelang, namun melihat kearah langit yang begitu kelam membuat saya sedikit khawatir, namun tawa-tawa ceria dari sahabat-sahabat saya pagi itu sambil berenang-renang di salah satu sisi pulau membuatku merasa tenang kembali, dan segera menceburkan diri bergabung dengan mereka, acara foto-foto ceria pun usai sudah ketika kami melihat perahu yang menjemput kami sudah datang, kami pun bergegas kembali ke tenda untuk membongkarnya dan mempersiapkan semuanya, namun hujan pun turun hingga kami semua harus basah kuyup, tapi seru sekali, semua bekerja sama bahu membahu untuk menyelesaikan semuanya.

Lambaian bapak penjaga pulau kearah perahu kami yang mulai menjauh dari dermaga pulau indah itu seolah mengucapkan selamat tinggal ke kami, bahkan salah satu penjaga pulau renta itu sempat cerita kepada saya, “jika musim badai kami juga makan seadanya mas”, semoga Tuhan senantiasa menjaga bapak-bapak penjaga pulau itu.

Kami pun merapat ke pulau kayu angin bira untuk menikmati keindahan pulau ini, sungguh indah menurut saya, namun cuaca mendung kurang mendukung untuk melancarkan hobi memotret saya, dan si Keni (kamera canon butut) saya juga seolah enggan untuk keluar dari dalam tas kamera saya yang sudah mulai using dan rapuh, tapi saya tidak akan bisa berbagi dengan teman-teman jika tidak ada satupun dokumentas di pulau ini, si Keni pun saya paksa untuk berkeliling pulau, hanya sedikit yang bisa saya abadikan, setelah melihat jam kami pun bergegas untuk kembali ke kapal karena harus mengikuti jadwal kapal regular dari pulau kelapa ke pelabuhan Muara angke. Dan tepat pukul 16.00 WIb kami pun merapat di daratan Jawa, hingga akhirnya kami harus berpisah sekaligus berakhirlah petualangan kecil ini.

Terimakasih sahabat-sahabat ku, Terima kasih Tuhan atas nikmat karunia keindahan negeriku ini, dari kami yang selalu rindu pantai dan laut-Mu.

Penganut Pesan Kakek "Jadilah pejalan dan belajarlah dari perjalanan itu". Suka Jalan-jalan, Makan-makan, Poto-poto dan Buat Video. Cek cerita perjalanan saya di Instagram dan Youtube @lostpacker

Related Posts