Menyusur alam Sumba barat daya

11

Setelah ada sedikit perdebatan tentang jam berangkat menuju Sumba barat daya, akhirnya sepakat  jam 09:00 kami mulai bertolak meninggalkan kota Wanokaka menuju Waitabula Sumba Barat Daya.

Setelah tadi malam mendapatkan pencerahan dari Mas Toto yang menjadi salah satu dedengkot dari Sumba Adventure Club, kami mulai menyusun  rencana penjelajahan di Sumba Barat Daya. Tujuan pertama yang akan saya tuju adalah Waikelosawah. Sebuah tempat yang tadinya saya kira adalah air terjun tapi ternyata hanyalah sebuah sumber mata air dari sungai bawah tanah di mulut goa. Di depan goa tersebut di bangunlah sebuah bendungan yang kata salah satu sahabat saya sudah ada sejak jaman Belanda dulu.

Air memabcar dari sungai bawah tanah
Air memabcar dari sungai bawah tanah

Memasuki daerah ini terlihat beberapa ibu rumah tangga sedang mencuci pakaian dan mandi di salah satu kanal kecil dari saluran irigasi yang dibuat. Sementara beberapa anak-anak juga terlihat asik bermain loncat-loncatan dari atas bendungan ke saluran irigasi. Sementara itu di depan bendungan terlihat sawah yang meghampar dengan hiasan langit biru yang indah. 

Sumber air ini seharusnya bisa menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Sumba jika dikelola dengan baik. Membutuhkan teknologi dan dana untuk mendistribusikan air-air yang melimpah di Waikelosawah ini hingga sampai ke rumah-rumah penduduk, mengingat di beberapa tempat yang saya pernah kunjungi di wilayah Sumba ini terlihat anak-anak kecil maupun ibu-ibu menenteng jerigen air dan berjalan jauh untuk bisa mengangkut air bersih ke rumahnya.

melongok ke dalam goa nya
melongok ke dalam goa nya

Menaiki anak tangga dan menyeberang diatas bendungan membuat dada saya sedikit berdebar. Air yang mengalir di bawah begitu derasnya. Saya tidak tau pasti berapa kedalaman dari bendungan ini, yang pasti adalah riak ombak yang timbul begitu besar. Satu yang menarik buat saya adalah Goa yang di dalamnya mengalir sungai bawah tanah sebagai mata airnya itu. Mungkin akan menjadi pengalaman seru jika bisa menelusuri goa tersebut, ah smoga suatu saat.

biruu dan coklatt
biruu dan coklatt

Saya tidak berlama-lama berada di Waikelosawah. Arah laju motor tetap mengarah ke arah ke kota Waitabula di Sumba Barat Daya. Tepat di tengah hari yang terik kami bertiga sampai di kota Waitabula. “ada hotel murah di dekat pertigaan ke Kodi” kata mas Toto.  Setelah bertanya kepada seorang pekerja yang sedang membangun pagar di pinggir jalan, ternyata pagar yang sedang diperbaiki adalah pagar dan papan nama hotel tersebut. Pantas saja saya kebingungan mencari papan nama hotel Melati yang dimaksudkan oleh mas Toto tadi malam.

Hotel melati nan murah meriah
Hotel melati nan murah meriah

Setelah memesan kamar hotel dan menaruh beberapa barang yang tidak diperlukan selama penjelajahan di wilayah ini, saya pun segera meninggalkan hotel di tengah panas yang menyengat tubuh. Siang itu begitu terik terasa. Tujuan utama saya adalah sebuah Lembaga studi dan pelestarian budaya Sumba. Lembaga ini di ketuai oleh seorang pastor putra sumb asli dari  daerah Kodi.

Pater Robert Ramone, C.Ss.R. Seorang rohaniwan Redemtoris ini adalah penggagas dari berdirinya lembaga ini. Melalui hasil-hasil jepretannya beliau memperkenalkan keelokan budaya sumba ke dunia internasional. Sebuah buku fotografi yang memuat tentang indahnya Sumba dengan budaya nya yang elok sudah beliau terbitkan. Namun sayang ketika saya sangat berminat untuk memilikinya ternyata buku itu sudah habis terjual. “buku ini di cetak di luar negeri mas” kata pak Martinus yang menemani saya berkeliling di museum yang ada di lokasi ini.

Foto-foto yang beliau hasilkan sungguh elok di pandang mata, mulai dari beberapa prosesi adat yang ada di Sumba, Potrait dari wajah-wajah masyarakat Sumba hingga indahnya panorama yang terhampar di bumi nusa cendana  ini.

Museum nya
Museum nya

Untuk sampai ke lokasi yang sarat makna budaya ini saya sempat tersesat. Sebenarnya lokasinya agak tersembunyi diantara rimbunan kebun kelapa. Cek point nya adalah Seminari KPA IVAN ZIATYK yang berlamat di Jalan Langgalero, Kalembu Nga’a Bangga, Kererobo Sumba Barat Daya. Jika dari Waitabula hendak menuju Kodi kita akan melewati simpang tiga setelah tanjakan. Ada sebuah papan nama dari lembaga ini di sebelah kiri.

Didalam museumnya sendiri telrihat lengkap sekali. Mulai dari Gerabah yang di gunakan oleh masyarakat sumba hingga asesoris dan beberapa kain tenun dari pelbagai daerah di Sumba. Bapak Martinus yang merupakan salah satu pengurus lembaga ini menemani saya berkeliling sambil menjelaskan beberapa item yang ada di museum tersebut. Foto-foto indah dari Pater Robert juga menghiasi dinding-dinding museum ini.

Namun sayangnya ada tulisan dilarang berfoto di dalam museum. Saya tidak tau tujuannya apa, namun yang pasti saya di buat takjub dengan lembaga yang masih bisa menjaga kemurnian dari sebuah tradisi masyarakat asli Sumba ini. Sebuah toko Souvenir juga terlihat di sudut bawah bangunan utama lembaga ini. Saya hanya mampu membeli beberapa kartu pos karena setelah bertanya harga sebuah kain disana membuat dada saya sulit bernafas ha ha.

Pantai Kita
Pantai Kita

Mendung sedikit menggelayut di atas kami. sementara laju motor mengarah ke sebuah pantai yang baru saja di resmikan oleh bapak Frans selaku Gubernur NTT pada hari yang unik 10-10-10. Pantai yang dulunya terdiri dari 4 nama pantai ini (Pantai Oro, Pantai Manangaaba, Pantai Karuni dan Pantai Letekonda) di lebur menjadi satu nama yakni Pantai KITA. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam pengelolaan dan Tagline promosi pariwisatanya.  Terlihat memang sedang ada proses pembangunan di area pantai ini.

Jalanan menuju pantai sudah di aspal, meski belum semua namun jalanan hot mixed sudah mencapai pinggir pantai. Memasuki Pantai ada sebuah bangunan tingkat yang terlihat sedikit terbengkalai dalam pengerjaannya. Saya tidak tau kenapa, yang pasti adalah begitu melihat pantai ini saya hanya bisa berdecak kagum.

Indahnyaaaa pantai ini
Indahnyaaaa pantai ini

Sebuah hamparan pantai pasir putih dengan riak ombak dari bening dan birunya air laut, sementara tidak jauh dari situ ada  perbukitan membentang dengan padang rumput hijau yang luas sekali. Sepi sekali suasana di pantai ini, hanya ada beberapa nelayan sedang bersiap hendak menangkap ikan, eh tapi ternyata di bawah-bawah pohon ada beberapa pasangan muda-mudi yang sedang berasik mashyuk menikmati indahnya madu cinta bersama Eaaa.

Melihat pantai indah seperti itu membuat saya sedikit kalap. Monda-mandir di pinggir pantai sambil berkali-kali membidikkan lensa kamera saya merekam keindahan yang terjadi disana, hingga saya tidak menyadari bahwa sore sudah menjelang. Itu artinya saya harus segera bergegas meninggalkan pantai ini jika tidak ingin kemalaman di jalan yang pasti gelap gulita dengan motor yang lampunya redup dan sering mati. Semoga kelestarian pantai ini tetap terjaga meski pada akhirnya nanti ada pembangunan besar-besaran di wilayah ini.

I love you blue of Indonesia
I love you blue of Indonesia

Menikmati Sunset di pelabuhan Waikelo adalah tujuan saya selanjutnya. Tidak membutuhkan waktu lama menuju pelabuhan besar di Sumba barat daya ini, hanya sekitar 20 menit perjalanan, saya sudah menginjakkan kaki di dermaga pelabuhan. Beberapa kapal terlihat bersandar di ujung dermaga. Sementara itu anak-anak kecil juga terlihat riang bermain di pinggir pantai. Ingin rasanya saya menceburkan diri bermain bersama mereka, Namun saya tidak membawa celana pendek untuk saya gunakan basah-basahan di air laut, sementara celana jeans yang saya kenakan harus saya pakai kembali keesokan harinya karena celana satu-satunya yang saya bawa dalam perjalanan kali ini.

Sebenarnya di pelabuhan ini juga bukan tempat yang pas untuk menikmati matahari tenggelam, karena tenggelamnya matahari berada di balik bukit. Jadi saya hanya bisa melihat bisa cahaya yang terjadi petang itu. Hari semakin larut, dan saya juga kembali bergegas untuk kembali ke hotel untuk mempersiapkan tenaga untuk petualangan keesokan harinya. Makan malam di sebuat depot Lamongan malam itu terasa nikmat sekali, entah karena lapar atau karena memang lapar ha ha, dan di depot lamongan inilah petualangan hari ini saya akhiri. Sebuah pengalaman pertama yang tidak akan saya lupakan berada di Sebuah lembaga yang sarat makna, menyesapi keindahan dari pantai kita dan pelabuhan Waikelo. Kesan pertama yang begitu Menggoda.


Penganut Pesan Kakek "Jadilah pejalan dan belajarlah dari perjalanan itu". Suka Jalan-jalan, Makan-makan, Poto-poto dan Buat Video. Cek cerita perjalanan saya di Instagram dan Youtube @lostpacker

Related Posts